BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia, pendidikan amat strategis
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan
mutu bangsa secara menyeluruh. Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Fungsi
pendidikan harus betul-betul diperhatikan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional sebab tujuan berfungsi sebagai pemberi arah yang
jelas terhadap kegiatan penyelenggaraan pendidikan sehingga
penyelenggaraan pendidikan harus diarahkan kepada 1)
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, 2) Pendidikan
diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem
terbuka dan multimakna, 3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu
proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat, 4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan, serta mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses maupun kegiatan pembelajaran, 5) Pendidikan
diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat dan 6) Pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui
peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan.
Peningkatan
mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang
terlibat dalam proses pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor
penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan mempunyai posisi
strategis maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan
perhatian besar kepada peningkatan guru baik dalam segi jumlah maupun
mutunya. Guru sebagai tenaga kependidikan merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan tujuan pendidikan, karena guru yang langsung
bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang akan
menghasilkan tamatan yang diharapkan. Guru merupakan sumber daya
manusia yang menjadi perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan
pendidikan. Untuk itu dalam menunjang kegiatan guru, diperlukan iklim
sekolah yang kondusif dan hubungan yang baik antar unsur-unsur yang ada
di sekolah antara lain kepala sekolah, guru, tenaga administrasi dan
siswa. Serta hubungan baik antar unsur-unsur yang ada di sekolah dengan
orang tua murid maupun masyarakat.
Berdasarkan
uraian diatas, maka kinerja guru harus selalu ditingkatkan mengingat
tantangan dunia pendidikan untuk menghasilkan kualitas sumber daya
manusia yang mampu bersaing di era global semakin ketat. Kinerja guru
(performance) merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Upaya-upaya untuk
meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan
motivasi disamping cara-cara yang lain.
Guru
hakekatnya adalah sebuah jabatan profesi yang dalam kiprahnya
membutuhkan suatu keahlian khusus dibidangnya, memiliki komitmen dan
tanggung jawab moral
dalam mengantar para peserta didik pada dunia kehidupan yang lebih
dewasa dan berguna bagi semua, memiliki kecintaan, keikhlasan kepedulian
pada profesi yang diembannya.
Guru
hakekatnya adalah sebuah jabatan profesi yang dalam kiprahnya
membutuhkan suatu keahlian khusus dibidangnya, memiliki komitmen dan
tanggung jawab moral dalam mengantar para peserta didik pada dunia
kehidupan yang lebih dewasa dan berguna bagi semua, memiliki kecintaan,
keikhlasan kepedulian pada profesi yang diembannya. Menurut uu
guru dan dosen no.14 tahun 2005 pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa “Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar dan pendidikan menengah”. Upaya pofesionalisme jabatan guru memang
berkaitan erat dengan upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan
hasil belajar siswa, artinya bahwa peningkatan hasil belajar siswa
ditentukan oleh kualitas pembelajaran dan kualitas guru atau
profesionalisme guru.
Pembelajaran
pada hakekatnya merupakan suatu proses komunikasi transaksional yang
bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa
dengan siswa, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi
transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima,
dmatematikahami dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam
proses pembelajaran. Selain itu pembelajaran pada hakikatnya adalah
proses sebab-akibat. Guru sebagai pengajar merupakan penyebab utama
terjadinya proses pembelajaran siswa, meskipun tidak semua perbuatan
belajar siswa merupakan akibat guru yang mengajar. Oleh sebab itu, guru
sebagai figur sentral, harus mampu menetapkan strategi pembelajaran yang
tepat sehingga dapat mendorong terjadinya perbuatan siswa yang aktif,
kreatif, dan efisien.
Akan
tetapi pada kenyataannya proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru
belum maksimal sesuai apa yang diharapkan. Hal itu berdasarkan hasil
penjajagan yang telah dilakukan oleh peneliti dimana permasalahan yang
muncul atau mengemuka ke permukaan antara lain : 1) Lemahnya
pengelolaan, pengorganisasian dan pengembangan proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru, 2) Cara belajar siswa masih bersifat klasikal
dimana siswa masih sebatas mendengarkan dan melihat bahan ajar yang
disampaikan guru, 3) Penyampaian bahan ajar yang dilakukan oleh guru
masih bersifat klasikal maupun verbalisme, 4) Keterbatasan kemampuan
guru dalam mengaplikasikan bahan ajar melalui metode maupun media
pembelajaran yang ada dan 5) Minimnya pengetahuan guru dalam penggunaan
metode maupun media pembelajaran dalam penyampaian bahan ajar.
Selain
dari permasalahan guru, berdasarkan hasil identifikasi dan pengamatan
langsung yang dilakukan oleh peneliti di lapangan dimana penelitian yang
peneliti lakukan juga bersumber dari permasalahan-permasalahan yang
dihadapi siswa di lapangan (di sekolah). Adapun permasalahan yang muncul
dari siswa antara lain : rendahnya hasil belajar siswa pada mata
pelajaran matematika jika dibandingkan dengan hasil belajar mata
pelajaran lain seperti IPA, IPS maupun bahasa Indonesia, rendahnya
kreativitas siswa dalam proses berfikir serta orang tua pada umumnya
kurang dapat merangsang maupun memotivasi siswa untuk giat dalam belajar
hal itu desebabkan oleh tingkat pendidikan orang tua yang cukup rendah
sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa tersebut. Sejalan
dengan apa yang telah dipaparkan di atas berdasarkan temuan-temuan
dilapangan (SD) pada kenyataannya esensi-esensi matematika memerlukan
pola fikir maupun daya nalar yang cukup tinggi. Oleh karenanya banyak
siswa Sekolah Dasar (SD) yang beranggapan bahwa matematika merupakan
momok yang paling menakutkan bagi siswa dan bidang studi yang paling
sulit untuk dipahami (dipelajari), hal tersebut didasarkan pula pada
nilai hasil belajar (prestasi belajar) siswa SD, dimana pada umumnya
jauh dari apa yang diharapakan dan di bawah standar nilai minimal, jika
dibandingkan dengan prestasi belajar bidang studi yang lain.
Dari
paparan di atas memberikan sebuah gambaran yang cukup jelas bahwa
selama ini para guru masih sangat jarang memanfaatkan lingkungan sekolah
sebagai sumber belajar walaupun siswa sudah merasa sangat jenuh berada
di dalam kelas. Guru lebih sering menyajikan pelajaran di dalam kelas
walaupun materi yang disajikan berkaitan dengan lingkungan sekolah.
Selain itu berdasarkan hasil penjajagan yang telah dilakukan oleh
peneliti bahwa masalah yang terkait dengan kinerja guru disekolah
khususnya di SDN Kecamatan Taktakan khususnya gugus V pada mata
pelajaran matematika pada dasarnya bermuara pada lemahnya pengelolaan,
pengorganisasian dan pengembangan proses pembelajaran yang dilakukan
oleh guru serta rendahnya hasil belajar siswa. Upaya peningkatan mutu
pendidikan persekolahan harus lebih dititikberatkan kepada peningkatan
mutu sumber daya manusia dalam hal ini adalah guru. Dalam konteks ini,
program peningkatan mutu kinerja guru sangat relevan dan sangat
strategis, untuk mengembangkan kreativitas siswa sekaligus peningkatan
hasil belajar siswa mengingat fungsi dan perannya sebagai pengelola
disatuan lembaga pendidikan di tingkat operasional.
Oleh
karena itu berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas peneliti
ingin melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas kinerja guru
terhadap kreativitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika (Studi Korelasi di SDN Kecamatan Taktakan – Kota Serang)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah maupun ruang lingkup permasalahan yang telah
dipaparkan di atas maka masalah yang muncul berdasarkan hasil penjajagan
yang telah dilakukan antara lain :
1. Tidak
dilakukannya rencana pembelajaran yang relevan yang dilakukan oleh guru
yang berdampak kepada ketidaksiapan guru dalam memberikan atau
menyampaikan materi pelajaran.
2. Cara belajar siswa masih bersifat klasikal dimana siswa masih sebatas mendengarkan dan melihat bahan ajar yang disampaikan guru.
3. Penyampaian
bahan ajar yang dilakukan guru masih bersifat klasikal dan verbalisme
kurang menggali minat dan kreativitas siswa dalam pembelajaran.
4. Keterbatasan kemampuan guru dalam mengaplikasikan bahan ajar melalui metode maupun media pembelajaran yang ada.
5. Minimnya pengetahuan guru dalam penggunaan metode maupun media pembelajaran dalam penyampaian bahan ajar.
6. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika jika dibandingkan dengan hasil belajar mata pelajaran lain.
7. Rendahnya kreativitas siswa dalam proses berfikir sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa tersebut.
C. Rumusan Masalah
“Perumusan
masalah adalah upaya untuk menyatakan secara tersurat
pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin dicarikan jawabannya dan
hendaknya menunjukkan dua variable atau lebih” (Kasihani
Kasbolah, 1998/1999 : 61). Berdasarkan identifikasi masalah di atas
dapat dikatakan sebuah masalah dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya,
yang menggambarkan sesuatu yang ingin dipecahkan atau dicari jawabannya
melalui penelitian. Dari ruang lingkup permasalahan yang telah
dipaparkan di atas, maka secara spesifikasi dan operasional masalah
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Adakah pengaruh efektivitas kinerja guru terhadap kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika ?
2. Adakah pengaruh efektivitas kinerja guru terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika ?
3. Seberapa besar pengaruh kreativitas siswa dalam proses berfikir terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika ?
D. Batasan Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas maka penelitian ini hanya
membatasi masalah yang sesuai dengan tujuan penelitian yang akan
peneliti lakukan yang mencakup ruang lingkup :
1. Efektivitas
kinerja guru, dimana dalam penelitian ini efektivitas kinerja guru
dibatasi dalam ruang lingkup masalah perencanaan pembelajaran,
mengaplikasikan bahan ajar berdasarkan perencanaan pembelajaran yang
telah dibuat dan hasil belajar siswa dalam aspek kognitif saja.
2. Kreativitas, dimana dalam penelitian ini kreativitas dibatasi dalam ruang lingkup kreativitas siswa dalam proses berfikir (Aptitude).
3. Hasil belajar, dalam penelitian ini hasil belajar siswa dibatasi hanya dalam aspek kognitif saja.
E. Tujuan Penelitian
Sebagaimana
latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah diuraikan
tersebut di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah :
1. Ingin mengetahui pengaruh efektivitas kinerja guru dalam mengembangkan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika.
2. Ingin mengetahui pengaruh efektivitas kinerja guru terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika.
3. Ingin mengetahui pengaruh pengengembangan kreativitas belajar terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika.
F. Manfaat Penelitian
Hasil pelaksanaan penelitian ini akan
memberikan manfaat secara langsung bagi peneliti, guru, sekolah dan
dinas pendidikan setempat. Manfaat-manfaat yang diperoleh adalah sebagai
berikut :
1. Bagi Peneliti
a. Dapat dijadikan sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian magister pendidikan guna mendapatkan gelar magister pendidikan guru sekolah dasar.
b. Memberikan
pengalaman, pengetahuan dan pemahaman baru bagaimana efektivitas
kinerja guru dalam mengembangkan kreativitas belajar siswa yang akan
berdampak terhadap nilai hasil belajar siswa.
c. Memberikan
acuan yang positif terhadap efektivitas kinerja guru dalam
mengembangkan kreativitas dan peningkatan hasil belajar siswa.
2. Bagi guru
a. Hasil
penelitian ini bisa memberikan wawasan mengenai kerangka pedagogis yang
harus dipersiapkan guru dalam kegiatan pembelajaran guna mendapatkan
hasil belajar yang baik atau yang diinginkan.
b. Dapat
meningkatkan kemampuan dan pemahaman guru dalam mengembangkan
pembelajaran maupun rencana pembelajaran yang berdampak kepada
kreativitas siswa untuk mencapai peningkatan hasil belajar siswa.
c. Penelitian
ini dapat memperbaiki aktifitas dan kinerja guru serta dapat mendorong
guru untuk secara aktif terlibat dalam pembelajaran sehingga belajar
akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
3. Bagi sekolah
a. Penelitian
ini dapat menjadi sumbangan informasi tentang kinerja guru profesional
dalam mengembangkan kreativitas belajar siswa yang akan berdampak
terhadap nilai hasil belajar siswa.
b. Penelitian
ini dapat memperbaiki aktifitas dan hasil belajar siswa serta dapat
mendorong para siswa untuk secara aktif terlibat dalam pembelajaran
sehingga belajar bisa lebih bermakna dan menyenangkan.
4. Bagi Dinas Pendidikan
Penelitian
ini dapat menjadi sumbangan informasi tentang kinerja guru profesional
dalam mengembangkan kreativitas belajar siswa yang akan berdampak
terhadap nilai hasil belajar siswa disekolah maupun di rumah.
G. Definisi Operasional
Definisi
operasional merupakan gambaran umum tentang istilah-istilah yang
terdapat dalam judul penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini.
Definisi
operasional adalah batasan pengertian sesuatu konsep yang mengandung
kejelasan dan ketegasan mengenai descriptor (aspek-aspek yang terkandung
atau tercakup) dan indicator (tanda-tanda keberagaman atau
variabilitas) konsep yang akan diteliti dan yang terukur (bias dan mudah
diukur). Amirin dan tatang M (2009).
Sehingga
dari pengertian tersebut di atas berikut ini akan dijelaskan beberapa
istilah yang terdapat dalam judul penelitian yang dimaksud dan maksud
dari judul penelitian ini :
1. “Efektivitas merupakan kata serapan dari bahasa inggris yaitu effective
lalu menjadi efektivitas yang artinya membawa hasil guna atau tepat
guna. Efektivitas adalah keberhasilan, kemujaraban, pengaruh atau kesan.
Efektivitas juga berarti taraf sejauh mana suatu kelompok mencapai
tujuannya” Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1991 : 39).
2. “Kinerja
guru adalah wujud prilaku suatu kegiatan guru dalam proses pembelajaran
yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, malaksanakan
kegiatan pembelajaran dan menilai hasil belajar”, (Rusman, 2008 : 581).
3. “Kreativitas
adalah kemampuan untuk memberikan gagasan baru dan menerapkannya dalam
pemecahan masalah”, Semiawan (Yeni R dan Euis k 2010 : 13).
4. “Hasil
belajar merupakan hasil dari sebuah kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan antara guru dan siswa berupa pengukuran ataupun penilaian
dalam bentuk tertulis”, Susilawati dkk (2006 : 154).
Jadi
yang dimaksud dengan “Efektivitas kinerja guru terhadap kreativitas dan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika (Study Korelasi di
SDN Kecamatan Taktakan – Kota Serang)” dapat diartikan sebagai wujud
prilaku suatu kegiatan guru dalam proses pembelajaran yang dapat membawa
hasil guna bagi siswa dalam mengembangkan gagasan atau ide-ide baru
pada sebuah kegiatan pembelajaran matematika.
H. Kerangka Berfikir
“Kerangka
berpikir merupakan argumentasi teoretik terhadap permasalahan yang
dibahas” (Trimo, 2007 : 3). Selain itu (Sugiyono, 2008 : 91)
mengungkapkan bahwa “kerngka berfikir merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah di
identifikasi sebagai masalah yang penting”. Jadi secara teoritis perlu
dijelaskan hubungan antara variable independen dan variable dependen
yang ada pada penelitian yang akan dilakukan atau dapat dikatakan adanya
pertautan antara variable yang akan diteliti. Berdasarkan hasil
analisis terhadap kegiatan pembelajaran dan hasil belajar siswa
didapatkan sebuah gambaran tentang kegiatan pembelajaran dan hasil
belajar yang tidak relevan dengan apa yang diharapkan.
Untuk
mengatasi masalah dalam kegiatan pembelajaran dan hasil belajar siswa
tersebut kiranya diperlukan sebuah perbaikan baik dari segi perencanaan
pembelajaran, proses pembelajaran maupun peningkatan hasil belajarnya.
Dan untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapai, sebagaimana yang
diharapkan oleh guru yaitu meningkatkan kegiatan pembelajaran secara
profesional dan hasil belajar siswa, maka diperlukan sebuah media,
strategi, metode ataupun cara pembelajaran yang relevan dengan
materi pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa dalam memahami materi
yang dianggap sulit. Dari apa yang telah diungkapkan tersebut peneliti
berupaya agar kegiatan pembelajaran dapat dmatematikahami oleh siswa
melalui sistem pembelajaran atau strategi pembelajaran yang releven.
Adapun langkah-langkah pembelajarannya meliputi :
1. Guru
merancang atau merencanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam kurikulum
yang berlaku.
2. Guru
merancang atau merencanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan strategi
pembelajaran, media pembelajaran dan seluruh aspek yang dapat menunjang
kegiatan pembelajaran di kelas.
3. Dalam
kegiatan pembelajaran guru menerapkan strategi pembelajaran, media
pembelajaran dan seluruh sarana belajar berdasarkan rencana pembelajaran
yang telah dibuat.
4. Siswa
melakukan kegiatan pembelajaran matematika berdasarkan strategi
pembelajaran, media pembelajaran dan seluruh sarana belajar berdasarkan
rencana pembelajaran yang telah dibuat serta sesuai dengan arahan dan
bimbingan guru.
5. Siswa dapat melakukan, menentukan dan memahami setiap indikator pembelajaran matematika dengan baik.
6. Melalui
strategi pembelajaran, media pembelajaran dan seluruh sarana belajar
berdasarkan rencana pembelajaran yang telah dibuat membuat hasil belajar
siswa meningkat.
Dengan
demikian efektivitas kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran
diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran dan dapat memperbaiki kreativitas dan hasil belajar siswa.
Berikut
ini akan disajikan alur kerangka pemikiran yang dibuat oleh peneliti
dalam bentuk bagan kerangka berfikir efektivitas kinerja guru terhadap
kreativitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematikan yang
sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini.
Bagan 2.1
Kerangka berfikir peneliti ini dapat dilihat pada bagan berikut :
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Efektivitas Kinerja Guru
1. Konsep Efektivitas
Efektivitas merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam tindakan
praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan,
keterampilan maupun nilai dan sikap. ( E Mulyasa, 2002: 93).
Menurut
Hasan Sadily dalam ensiklopedia Indonesia (1990 : 883) “efektivitas
menunjukkan tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya”.
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia (1991 : 39) “Efektivitas merupakan kata
serapan dari bahasa inggris yaitu effective lalu menjadi efektivitas
yang artinya membawa hasil guna atau tepat guna. Efektivitas adalah
keberhasilan, kemujaraban, pengaruh atau kesan. Efektivitas juga berarti
taraf sejauh mana suatu kelompok mencapai tujuannya”.
Efektivitas merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam tindakan
praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan,
keterampilan maupun nilai dan sikap. ( E Mulyasa, 2002: 93).
Selain
itu menurut Prasetyo Budi Saksono (1984 : 75) “Efektitivitas adalah
seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang
diharapkan dari sejumlah input”.
Dalam
dunia pendidikan, efektivitas tergolong atas dua unsur yaitu
efektivitas guru dan efektivitas siswa. Pada efektivitas guru dapat
dilihat sejauh mana seorang guru dapat menerapkan media, metode atau
sumber belajar yang lain dalam terlaksananya kegiatan belajar mengajar
dengan baik. Sedangkan efektivitas siswa terkait erat dengan
tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai setelah kegiatan belajar
mengajar ditempuh.
Sehingga
efektivitas dapat diartikan membawa hasil guna bagi pelaksanaan
pendidikan yang sesuai dengan yang telah direncanakan agar proses
belajar mengajar terlaksana dengan baik.
2. Konsep Kinerja Guru
a. Pengertian Kinerja Guru
Kinerja adalah performance
atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula diartikan prestasi kerja,
pelaksanan kerja atau hasil unjuk kerja. Menurut August W Smith (Rusman,
2009 : 50) ‘kinerja merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan
manusia’.
Menurut
uu guru dan dosen no.14 tahun 2005 pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa
“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar dan pendidikan menengah”.
“Wujud
prilaku kinerja guru yang dimaksud adalah kegiatan dalam proses
pembelajaran yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran,
melaksanakan kegiatan pembelajaran dan menilai hasil belajar”, (Rusman,
2010 : 50).
Rusman
(2008 : 581) mengungkapkan bahwa “kinerja guru adalah wujud prilaku
suatu kegiatan guru dalam proses pembelajaran yaitu bagaimana seorang
guru merencanakan pembelajaran, malaksanakan kegiatan pembelajaran dan
menilai hasil belajar”.
Berkenaan
dengan standar kinerja guru Piet A Sahertian (Rusman, 2010 : 50)
menjelaskan bahwa ‘standar kinerja guru itu berhubungan dengan kualitas
guru dalam menjalankan tugasnya seperti bekerja dengan siswa secara
individual, persiapan dan perencanaan pembelajaran, melibatkan siswa
dalam berbagai pengalaman belajar dan kepemimpinan yang aktif dari
guru’. Dari paparan definisi di atas, maka ruang lingkup kinerja guru
dalam penelitian ini meliputi :
1) Perencanaan pembelajaran
Perencanaan
pembelajaran merupakan penjabaran operasional dari kurikulum, sedangkan
aplikasi dari perencanaan akan terlihat dalam kegiatan pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam
proses pembelajaran, terutama sebagai alat proyeksi kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan selama pembelajaran. Fungsi perencanaan pembelajaran
sebagai pedoman atau panduan kegiatan menggambarkan hasil yang akan
dicapai, sebagai alat control dan evaluasi. Bentuk perencanaan
pembelajaran adalah silabus pembelajaran dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), (Rusman, 2008 : 581).
Dari
definisi tersebut di atas maka penelitian yang akan peneliti lakukan
pada aspek perencanaan adalah terkait dengan silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran atau biasa di sebut dengan RPP.
Perencanaan
menyangkut penetapan tujuan dan kompetensi serta memperkirakan cara
mencapainya. Perencanaan merupakan fungsi sentral dari manajemen
pembelajaran dan harus berorientasi ke masa depan…(Mulyasa E, 2009 :
77).
Perencanaan
pembelajaran adalah membuat suatu persiapan pembelajaran itu sendiri.
Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa jika tidak mempunyai persiapan
pembelajaran yang baik maka peluang untuk tidak terarah terbuka lebar,
bahkan mungkin cenderung untuk melakukan improvisasi sendiri
tanpa acuan yang jelas. Pada dasarnya, rencana pembelajaran menetapkan
tujuan yang ingin dihasilkan guru selama pembelajaran dan bagaimana guru
mencapai tujuan tersebut. Biasanya, rencana pembelajaran dibuat dalam
bentuk tertulis, namun hal ini bukanlah suatu keharusan. Guru-guru baru
atau yang kurang berpengalaman mungkin perlu membuat rencana
pembelajaran yang sangat terperinci – menunjukan dengan jelas apa yang
akan terjadi pada setiap tahap-tahap pembelajaran. Namun pada
kenyataannya, membuat rencana pembelajaran harian secara detail seperti
ini dianggap kurang praktis. Walaupun para guru telah memperoleh semakin
banyaknya pengalaman dan kepercayaan diri, perencanaan tetap dianggap
penting. Namun karena kemampuan para guru untuk membuat perencanaan
semakin berkembang, maka guru-guru yang sangat berpengalaman bisa saja
masuk ke kelas dengan hanya membawa sebuah catatan kecil atau bahkan
dengan rencana pembelajaran di kepala mereka.
Salah
satu alasan utama mengapa membuat perencanaan dianggap penting adalah
karena guru perlu mengindentifikasi tujuan dari pembelajaran yang mereka
sampaikan. Guru perlu mengetahui apa yang mereka harapkan bisa
dilakukan oleh para siswa pada akhir pembelajaran, yang sebelumnya tidak
bisa siswa lakukan. Berikut adalah beberapa alasan lain pentingnya sebuah perencanaan :
a) Memberikan
kesempatan pada guru untuk memperkirakan kemungkinan masalah yang akan
muncul dan kemudian mempertimbangkan solusinya.
b) Memastikan bahwa pelajaran yang disampaikan seimbang dan sesuai untuk kelas tersebut.
c) Memberikan rasa percaya diri bagi guru.
d) Perencanaan pada umumnya merupakan latihan yang baik dan menunjukan profesionalisme.
Selain
itu untuk mencapai tujuan pembelajaran, tentunya guru harus
mempersiapkan perangkat yang harus dilaksanakan dalam merencanakan
program pembelajaran. Berikut ini beberapa perangkat yang harus
dipersiapkan dalam kegiatan pembelajaran, antara lain :
a) Membuat silabus pembelajaran
b) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
c) Membuat dan mempersiapkan media atau alat peraga pembelajaran
d) Membuat instrument test
e) Menguasai bahan pengajaran
f) Membuat format penilaian
Berdasarkan
PP 19 Tahun 2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa ”Perencanaan proses
pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang
memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode
pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran,
materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
Sesuai
dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP
secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Berikut ini akan disajikan langkah-langkah dalam penyususnan RPP :
a) Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.
b) Standar kompetensi
Merupakan
kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan
penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai
pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
c) Kompetensi dasar
Adalah
sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata
pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi
dalam suatu pelajaran.
d) Indikator
Adalah
perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan
ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian
mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
e) Tujuan pembelajaran
Menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
f) Materi ajar
Memuat
fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam
bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian
kompetensi.
g) Alokasi waktu
Ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.
h) Metode pembelajaran
Digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.
i) Kegiatan pembelajaran :
(1) Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
(2) Inti
Kegiatan
inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan
pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik
melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
(3) Penutup
Penutup
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas
pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau simpulan,
penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindaklanjut.
j) Penilaian hasil belajar
Prosedur
dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan
indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.
k) Sumber belajar
Penentuan
sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar,
serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi.
2) Kegiatan Pembelajaran
Pembelajaran
pada hakikatnya adalah proses sebab-akibat. Guru sebagai pengajar
merupakan penyebab utama terjadinya proses pembelajaran siswa, meskipun
tidak semua perbuatan belajar siswa merupakan akibat guru yang mengajar.
Oleh sebab itu,guru sebagai figur sentral, harus mampu menetapkan
strategi pembelajaran yang dapat sehingga dapat mendorong terjadinya
perbuatan siswa yang aktif, produktif dan efisien.
Pembelajaran
pada hakekatnya merupakan suatu proses komunikasi transaksional yang
bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa
dengan siswa, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi
transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami dan
disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran.
Tujuan pembelajaran merupakan
rumusan prilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar tampak pada diri
siswa sebagai akibat dari perbuatan belajar yang telah dilakukan,
(Sanjaya W, 2008 : 217).
Siswa
sebagai peserta didik merupakan subjek utama dalam proses pembelajaran.
Keberhasilan pencapaian tujuan banyak tergantung kapada kesiapan dan
cara belajar yang dilakukan siswa. Cara belajar ini dapat dilakukan
dalam bentuk kelompok (klasikal) ataupun program (individual). Oleh
karena itu, guru dalam mengajar harus memperhatikan kesiapan, tingkat
kematangan, dan cara belajar siswa.
Tujuan
pembelajaran merupakan rumusan prilaku yang telah ditetapkan sebelumnya
agar tampak pada diri siswa sebagai akibat dari perbuatan belajar yang
telah dilakukan. Menurut Bloom, dkk tujuan pembelajaran dapat dipilih
menjadi tujuan yang kognitif (pengetahuan), efektif (sikap),
psikomotorik (keterampilan). Derajat pencapaian tujuan pembelajaran ini
merupakan indikator kualitas pencapaian tujuan hasil dan perbuatan
belajar siswa.
Kegiatan
pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan yang
ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan
sumber belajar serta penggunaan metode maupun strategi pembelajaran.
Semua tugas tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang secara
optimal dalam pelaksanaannya menuntut kemampuan guru. Berdasarkan hal
tersebut di atas (Rusman, 2010 : 79) mengungkapkan bahwa pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru mencakup hal-hal sebagai berikut :
a) Pengelolaan kelas
Kemampuan
menciptakan suasana kondusif di kelas guna mewujudkan proses
pembelajaran yang menyenangkan adalah tuntutan bagi seorang guru dalam
pengelolaan kelas. Kemampuan guru dalam memupuk kerjasama dan disiplin siswa
dapat diketahui melalui : pelaksanaan piket kebersihan, ketepatan waktu
masuk dan keluar kelas, melakukan absensi setiap akan melakukan proses
pembelajaran dan melakukan pengaturan tempat duduk siswa. Kemampuan
lainnya dalam pengelolaan kelas adalah pengaturan ruang atau tempat
duduk siswa yang dilakukan bergantian, tujuannya adalah memberikan
kesempatan belajar secara merata kepada siswa.
b) Penggunaan media dan sumber belajar
Secara
umum media merupakan kata jamak dari “medium” , yang berarti perantara
atau pengantar. Istilah media digunakan dalam bidang pengajaran atau
pendidikan sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media
pembelajaran.
Ada
bebarpa konsep atau definisi media pendidikan atau media pembelajaran,
Rossi da Breidle (1966:3) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah
seluruh alat atau bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan
pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran majalah dan sebagainya.
Menurut Rossi alat-alat semacam radio dan televisi kalau digunakan dan
diprogram untuk pendidikan maka merupakan media pembelajaran.
Namun
demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, tetapi hal-hal
lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach dan
Ely dalam Wina Sanjaya (2006 : 161) menyatakan :”A medium, conceeived
is many person, material or event that establishs condition wich enable
the leaner to acquire knowledge, skill and attitude”. Menurut
Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau
kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Selain
pengertian di atas, ada juga yang berpendapat bahwa media pengajaran
meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software).
Hardware adalah alat-lat yang dapat mengantarkan pesan seperti overhead
projector, radio, televisi dan sebagainya. Sedangkan sofware adalah isi
program yang mengandung pesan seperti informasi yang terdapat pada
transparansi atau buku-buku dan bahan-bahan cetakan lainnya, cerita yang
terkandung dalam film atau materi yang disuguhkan dalam bentuk bagan,
grafik, diagram dan lain sebagainya.
Sedangkan
yang dimaksud sumber belajara adalah buku pedoman. Kemampuan menguasai
sumber belajar disamping mengerti dan memahami buku teks, seorang guru
juga harus berusaha mencari dan membaca sumber-sumber lain yang relevan
guna meningkatkan kemampuan dalam proses pembelajaran.
c) Penggunaan metode pembelajaran
Kemampuan
berikutnya adalah penggunaan metode pembelajaran. Guru diharapkan mampu
memilih dan menggunakan metode pembelajaran sesuai dengan materi yang
akan disampaikan.
d) Evaluasi atau penilaian pembelajaran
“Penilaian
hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk mengetahui
tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran
yang telah dilakukan” (Rusman, 2010 : 81). Pada tahap ini seorang guru
dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara-cara
evaluasi, penyusunan alat evaluasi, pengolahan dan penggunaan hasil
evaluasi.
Selain dari itu pelaksanaan proses pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran itu sendiri meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
a) Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru :
(1) menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
(2) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
(3) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
(4) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
b) Kegiatan Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru :
(1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber.
(2) menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain :
(3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
(4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
(5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru :
(1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna.
(2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.
(3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
(4) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif can kolaboratif.
(5) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar.
(6) Menfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan balk lisan maupun tertulis secara individual maupun kelompok.
(7) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan variasi kerja individual maupun kelompok.
(8) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan.
(9) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru :
(1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupunhadiah terhadap keberhasilan peserta didik.
(2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber.
(3) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.
(4) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar :
(a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar.
(b) membantu menyelesaikan masalah.
(c) memberi acuan agar peserta didik dapatmelakukan pengecekan hasil eksplorasi.
(d) memberi informasi untuk bereksplorasi Iebih jauh;
(e) memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.
c) Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
(1) Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran.
(2) Melakukan penilaian dan atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram.
(3) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.
(4) Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas balk tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik.
(5) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Selain dari itu Bruce Weil (Wina Sanjaya 2008 : 216) mengemukakan tiga prinsip penting dalam proses pembelajaran, yaitu :
a) Proses
pembelajaran adalah membentuk kreasi linkungan yang dapat membentuk
atau mengubah struktur kognitif siswa. Menurut pegeut, struktur kognitif
akan tumbuh mana kala siswa memiliki pengalaman belajar. Oleh karene
itu, proses pembelajaran menuntut aktivitas siswa secara penuh.
b) Berhubungan
dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari. Pengetahuan
tersebut adalah pertama pengetahuan fisis yang merupakan pengetahuan
akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian, kedua pengetahuan
sosial berhubungan dengan prilaku individu dalam suatu system social atau hubungan antara manusia yang dapat mempengaruhi interaksi sosial dan ketiga
pengetahuan logika (berfikir matematis) yang merupakan pengetahuan yang
dibentuk berdasarkan pengalaman dengan suatu objek dan kejadian
tertentu.
c) Dalam
proses pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan sosial. Melalui
pergaulan dan hubungan sosial anak akan lebih belajar efektif
dibandingkan dengan belajar yang menjauhkan diri dari hubungan sosial.
3) Penilaian hasil belajar
“Penilaian
hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk mengetahui
tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran yang telah dilakukan”, (Rusman, 2008 : 342).
“Penilaian
hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk mengetahui
tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran
yang telah dilakukan” (Rusman, 2010 : 81). Penilaian (assessment)
adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian
untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta
didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi
belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai
kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif
(berupa angka). Dengan demikian dapat dimengerti bahwa sesungguhnya
penilaian hasil belajar adalah proses mengukur dan menilai terhadap
suatu objek dengan menampilkan hubungan sebab akibat diantara faktor
yang mempengaruhi objek tersebut. Tujuan evaluasi (penilaian) adalah
untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam proses
pembelajaran. Proses pembelajaran memiliki 3 hal penting yaitu, input,
transformasi dan output. Input adalah peserta didik yang telah dinilai
kemampuannya dan siap menjalani proses pembelajaran. Transformasi adalah
segala unsur yang terkait dengan proses pembelajaran yaitu ; guru,
media dan bahan belajar, metode pengajaran, sarana penunjang dan sistem
administrasi. Sedangkan output adalah capaian yang dihasilkan dari
proses pembelajaran.
Secara
khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan untuk
mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa
kesulitan belajar, memberikan umpan balik atau perbaikan proses belajar
mengajar, dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat
diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan
keberhasilan belajar peserta didik, guru, serta proses pembelajaran itu
sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang
pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya bimbingan yang
diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu sendiri.
Ada
dua pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian hasil
belajar, yaitu penilaian yang mengacu kepada norma (Penilaian Acuan
Norma atau norm-referenced assessment) dan penilaian yang mengacu kepada kriteria (Penilaian Acuan Kriteria atau criterion referenced assessment).
Perbedaan
kedua pendekatan tersebut terletak pada acuan yang dipakai. Pada
penilaian yang mengacu kepada norma, interpretasi hasil penilaian
peserta didik dikaitkan dengan hasil penilaian seluruh peserta didik
yang dinilai dengan alat penilaian yang sama. Jadi hasil seluruh peserta
didik digunakan sebagai acuan. Sedangkan, penilaian yang mengacu kepada
kriteria atau patokan, interpretasi hasil penilaian bergantung pada
apakah atau sejauh mana seorang peserta didik mencapai atau menguasai
kriteria atau patokan yang telah ditentukan.
4) Hubungan antara perencanaan, pembelajaran (implementasi) dan penilaian hasil belajar (evaluasi)
Hubungan
antara perancanaan, implementasi dan evaluasi adalah perencanaan selalu
memberi pengaruh yang kaut pada pembelajaran, dan sebaliknya
pembelajaran berpengaruh pada pencapaian akan proses pembelajaran
tersebut yang direfleksikan dalam bentuk evaluasi pembelajaran.
Keberhasilan suatu pembelajaran yang dirancang melalui pedoman
pembelajaran dalam hal ini rencana pelaksanaan pembelajaran yang di buat
secara sistematis dan terencana, maka akan mendapatkan sebuah
implementasi pembelajaran yang diharapkan. Kemudian dari proses
pembelajaran atau implementasi pembelajaran tersebut akan terjadi suatu
perubahan perkembangan dan kemajuan siswa atau peserta didik baik dalam
aspek intelektual, psikomotorik, emosional maupun sikap dan nilai, yang
diimplementasikan dalam bentuk evaluasi pembelajaran. Sehingga sebuah
pengembangan kurikulum akan terlihat dari kurikulum yang dijadikan
sebagai acuan pembelajaran berupa perencanaan dalam bentuk tertulis yang
diimplementasikan pada sebuah pembelajaran dan hasil belajar siswa (
evaluasi ).
Adapun
kompetensi guru sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah serta pendidikan anak usia dini yang harus dimiliki guru
untuk membantu kinerjanya pada setiap satuan pendidikan meliputi :
1) Kompetensi pedagogik.
2) Kompetensi kepribadian.
3) Kompetensi profesional
4) Kompetensi sosial.
Dari
keempat kompetensi yang harus dimiliki guru dalam menjalankan
tugas-tugas profesionalnya atau kinerjanya, dua kompetensi yang
berkaitan erat dengan kemampuan dalam menjalankan tugas-tugas tersebut
adalah kompetensi paedagogik dan kompetensi profesional. Adapun
titik fokus kompetensis guru dalam penelitian ini yang terkait dengan
kinerja guru di sekolah adalah hanya mencakup kompetensi paedagogiknya
saja.
b. Indikator Kinerja Guru
Kinerja
merefleksikan kesuksesan suatu organisasi, maka penting untuk mengukur
karakteristik tenaga kerjanya. Kinerja guru merupakan kulminasi dari
tiga elemen yang saling berkaitan yakni keterampilan, upaya, sifat,
keadaan dan kondisi eksternal (Sulistyorini, 2001). Tingkat keterampilan
merupakan bahan mentah yang dibawa seseorang ke tempat kerja seperti
pengalaman, kemampuan, kecakapan-kecakapan antar pribadi serta kecakapan
tehknik. Upaya tersebut diungkap sebagai motivasi yang diperlihatkan
karyawan untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Sedangkan kondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi eksternal mendukung produktivitas kerja.
Kinerja
dapat dilihat dari beberapa kriteria, menurut Castetter (Mulyasa, 2003 :
34) mengemukakan ada empat kriteria kinerja yaitu Karakteristik individu, proses, hasil dan kombinasi antara karakter individu, proses dan hasil.
Kemampuan terdiri dari berbagai macam, namun secara konkrit dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1) Kemampuan
intelektual merupakan kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk
menjalankan kegiatan mental, terutama dalam penguasaan sejumlah materi
yang akan diajarkan kepada siswa yang sesuai dengan kurikulum, cara dan
metode dalam menyampaikannya dan cara berkomunikasi maupun tehknik
mengevaluasinya.
2) Kemampuan fisik adalah kapabilitas fisik yang dimiliki seseorang terutama dalam mengerjakan tugas dan kewajibannya, Daryanto (Muhlisin, 2010 : 28).
Kinerja
dipengaruhi juga oleh kepuasan kerja yaitu perasaan individu terhadap
pekerjaan yang memberikan kepuasan bathin kepada seseorang sehingga
pekerjaan itu disenangi dan digeluti dengan baik. Untuk mengetahui
keberhasilan kinerja perlu dilakukan evaluasi atau penilaian kinerja
dengan berpedoman pada parameter dan indikator yang ditetapkan yang
diukur secara efektif dan efisien seperti produktivitasnya, efektivitas
menggunakan waktu, dana yang dmatematikakai serta bahan yang tidak
terpakai. Sedangkan evaluasi kerja melalui perilaku dilakukan dengan
cara membandingkan dan mengukur perilaku seseorang dengan teman sekerja
atau mengamati tindakan seseorang dalam menjalankan perintah atau tugas
yang diberikan, cara mengkomunikasikan tugas dan pekerjaan dengan orang
lain. Hal ini diperkuat oleh pendapat As’ad (Muhlisisn 2010 : 18) dan
Robbins (Muhlisisn 2010 : 18) yang menyatakan bahwa dalam melakukan
evaluasi kinerja seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan tiga macam
kriteria yaitu hasil tugas, perilaku dan ciri individu. Evaluasi hasil
tugas adalah mengevaluasi hasil pelaksanaan kerja individu dengan
beberapa kriteria (indikator) yang dapat diukur. Evaluasi perilaku dapat
dilakukan dengan cara membandingkan perilakunya dengan rekan kerja yang
lain dan evaluasi ciri individu adalah mengamati karaktistik individu
dalam berprilaku maupun berkerja, cara berkomunikasi dengan orang lain
sehingga dapat dikategorikan cirinya dengan ciri orang lain. Evaluasi
atau Penilaian kinerja menjadi penting sebagai feed back sekaligus sebagai follow up bagi perbaikan kinerja selanjutnya.
Menilai kualitas kinerja dapat ditinjau dari beberapa indikator yang meliputi unjuk kerja, penguasaan materi, penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan cara-cara penyesuaian diri dan kepribadian untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, Sulistyorini (Muhlisin, 2010 : 29).
Kinerja
guru sangat penting untuk diperhatikan dan dievaluasi karena guru
mengemban tugas profesional artinya tugas-tugas hanya dapat dikerjakan
dengan kompetensi khusus yang diperoleh melalui program pendidikan. guru
memiliki tanggung jawab yang secara garis besar dapat dikelompokkan
yaitu guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing dan guru sebagai administrator kelas, Danim S (Muhlisin, 2010 : 29).
Muhlisin ( 2010 : 29) mengungkapkan dari uraian diatas dapat disimpulkan indikator kinerja guru antara lain :
1) Kemampuan membuat perencanaan dan persiapan mengajar.
2) Penguasaan materi yang akan diajarkan kepada siswa.
3) Penguasaan metode dan strategi mengajar.
4) Pemberian tugas-tugas kepada siswa.
5) Kemampuan mengelola kelas.
6) Kemampuan melakukan penilaian dan evaluasi.
Rusman (2008 : 77) menyatakan bahwa berkenaan dengan kepentingan penilaian kinerja guru, georgia department of education telah mengembangkan teacher performance assesment
yang kemudian dimodifikasi oleh depdiknas menjadi alat penilaian
kemampuan guru (APKG). Alat penilaian ini menyoroti tiga aspek utama
kemampuan guru yaitu : rencana pembelajaran, prosedur pembelajaran dan
hubungan antar pribadi serta penilaian pembelajaran.
c. Ciri-ciri Guru Yang Efektif
Guru
yang efektif memiliki kualitas kemampuan dan sikap yang sanggup
memberikan yang terbaik bagi peserta didik dan menyenangkan peserta
didik dalam proses belajar mengajarnya. (Muhlisin, 2010 : 19) Dengan kata lain guru yang efektif harus memiliki kemampuan :
1) Menguasai pengetahuan teoritis tentang belajar dan tingkah laku manusia.
2) Menunjukkan sikap yang menunjang proses belajar dan hubungan antar manusia secara murni.
3) Memiliki kemapuan kecakapan teknis tentang pembelajaran yang mempermudah siswa untuk belajar.
4) menguasai pengetahuan dalam mata pelajaran yang diajarkan.
Guru
yang efektif memiliki kualitas kemampuan dan sikap yang sanggup
memberikan yang terbaik bagi peserta didik dan menyenangkan peserta
didik dalam proses belajar mengajarnya.
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Guru
Guru
merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan dan dianggap sebagai
orang yang berperanan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yang
merupakan percerminan mutu pendidikan. Keberadaan guru dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak lepas dari pengaruh faktor
internal maupun faktor eksternal yang membawa dampak pada perubahan
kinerja guru. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru yang dapat diungkap tersebut antara lain :
1) Kepribadian dan dedikasi
Kepribadian adalah suatu cerminan dari citra seorang guru dan akan mempengaruhi interaksi antara guru dan anak didik. Oleh
karena itu kepribadian merupakan faktor yang menentukan tinggi
rendahnya martabat guru. Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan
perbuatannya dalam membina dan membimbing anak didik. Semakin baik
kepribadian guru, semakin baik dedikasinya dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya sebagai guru, ini berarti tercermin suatu dedikasi
yang tinggi dari guru dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai
pendidik. Aspek-aspek tersebut di atas merupakan potensi
kepribadian sebagai syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang guru
dalam melaksanakan profesinya.
2) Pengembangan Profesi
Profesi
guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan.
Pengembangan profesi guru merupakan hal penting untuk diperhatikan guna
mengantismatematikasi perubahan dan beratnya tuntutan terhadap profesi
guru.
3) Kemampuan Mengajar
Untuk
melaksanakan tugas-tugas dengan baik, guru memerlukan kemampuan. Cooper
(Zahera dalam Muhlisin, 2010 : 31) mengemukakan bahwa ‘guru harus
memiliki kemampuan merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan
pengajaran, menyajikan bahan pelajaran, memberikan pertanyaan kepada
siswa, mengajarkan konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas
dan mengevaluasi hasil belajar’.
Kompetensi
guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam mengelola
pembelajaran. Titik tekannya adalah kemampuan guru dalam pembelajaran
bukanlah apa yang harus dipelajari (learning what to be learnt),
guru dituntut mampu menciptakan dan menggunakan keadaan positif untuk
membawa mereka ke dalam pembelajaran agar anak dapat mengembangkan
kompetensinya (Rusmini, 2003).
4) Hubungan dan Komunikasi
Terbinanya
hubungan dan komunikasi di dalam lingkungan sekolah memungkinkan guru
dapat mengembangkan kreativitasnya sebab ada jalan untuk terjadinya
interaksi dan ada respon balik dari komponen lain di sekolah atas
kreativitas dan inovasi tersebut, hal ini menjadi motor penggerak bagi
guru untuk terus meningkatkan daya inovasi dan kreativitasnya yang bukan
saja inovasi dalam tugas utamanya tetapi bisa saja muncul inovasi dalam
tugas yang lain yang diamanatkan sekolah. Ini berarti bahwa pembinaan
hubungan dan komunikasi yang baik di antara komponen dalam sekolah
menjadi suatu keharusan dalam menunjang peningkatan kinerja.
5) Hubungan dengan Masyarakat
Hubungan
sekolah dengan masyarakat merupakan bentuk hubungan komunikasi ekstern
yang dilaksanakan atas dasar kesamaan tanggung jawab dan tujuan.
Masyarakat merupakan kelompok individu–individu yang berusaha
menyelenggarakan pendidikan atau membantu usaha-usaha pendidikan. Dalam
masyarakat terdapat lembaga-lembaga penyelenggaran pendidikan, lembaga
keagamaan, kepramukaan, politik, sosial, olah raga, kesenian yang
bergerak dalam usaha pendidikan. Dalam masyarakat juga terdapat
individu-individu atau pribadi-pribadi yang bersimpati terhadap
pendidikan di sekolah.
6) Kedisiplinan
The
Liang Gie (1972) disiplin adalah suatu keadaan tertib di mana
orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada
peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang.
Dari
di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah ketaatan dan ketepatan
pada suatu aturan yang dilakukan secara sadar tanpa adanya dorongan atau
paksaan pihak lain atau suatu keadaan di mana sesuatu itu berada dalam
tertib, teratur dan semestinya serta tiada suatu pelanggaran-pelanggaran
baik secara langsung maupun tidak langsung.
7) Kesejahteraan
Faktor
kesejahteraan menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kinerja guru
di dalam meningkatkan kualitasnya sebab semakin sejahteranya seseorang
makin tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya. Mulyasa (2002)
menegaskan bahwa terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia, akan
menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya.
8) Iklim Kerja
Iklim
kerja adalah hubungan timbal balik antara faktor-faktor pribadi, sosial
dan budaya yang mempengaruhi sikap individu dan kelompok dalam
lingkungan sekolah yang tercermin dari suasana hubungan kerjasama yang
harmonis dan kondusif antara Kepala Sekolah dengan guru, antara guru
dengan guru yang lain, antara guru dengan pegawai sekolah dan
keseluruhan komponen itu harus menciptakan hubungan dengan peserta didik
sehingga tujuan pendidikan dan pengajaran tercapai.
B. Konsep Kreativitas
1. Pengertian Kreativitas
“Kreativitas
bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri atau mandiri maupun bukanlah
semata-mata kelebihan yang dimiliki seseorang. Lebih dari itu
kreativitas merupakan bagian dari buah usaha seseorang…”(Nursito, 1999 :
33).
Kreativitas
(berfikir kreatif) adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi
yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu
masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan dan
keragaman jawaban, (Munandar S.C.U, 1999 : 48).
James J. Gallagher (Yeni R dan Euis k 2010 : 13) mengatakan :
Creativity
is a mental process by which an individual creates new ideas or
products, or recombines existing ideas and product, in fashion that is
novel to him or her’ (kreativitas merupakan suatu proses mental yang
dilakukan individu berupa gagasan ataupun produk baru, atau
mengombinasikan antara keduanya yang pada akhirnya akan melekat pada
dirinya).
Adapun
Semiawan (Yeni R dan Euis k 2010 : 13) mengemukakan bahwa ‘kreativitas
adalah kemampuan untuk memberikan gagasan baru dan menerapkannya dalam
pemecahan masalah’.
Berdasarkan
beberapa definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa kreativitas
merupakan suatu proses mental individu yang melahirkan gagasan, proses,
metode ataupun produk baru yang efektif yang bersifat imajinatif, estetis, fleksibel, integrasi, suksesi, diskontinuitas, dan diferensiasi yang berdaya guna dalam berbagai bidang untuk pemecahan suatu masalah.
2. Ciri-ciri Sikap Kreatif (Kreativitas)
Salah
satu aspek penting dalam kreativitas adalah memahami ciri-cirinya.
Upaya menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan kreativitas
hanya mungkin dilakukan jika kita memahami terlebih dahulu sifat-sifat
kemampuan kreatif dan iklim lingkungan yang mengitarinya. Supriadi (Yeni
R dan Euis k 2010 : 14-15) mengatakan :
Ciri-ciri
kreativitas dapat dikelompokan dalam dua kategori, kognitif, dan
nonkognitif. Ciri kognitif diantaranya orisinilaritas, fleksibelitas,
kelancaran dan elaborasi. Sedangkan ciri non kognitif diantaranya
motivasi sikap dan kepribadian kreatif. Kedua ciri ini sama pentingnya,
kecerdasan yang tidak ditunjang dengan kepribadian kreatif tidak akan
menghasilkan apapun. Kreativitas hanya dapat dilahirkan dari orang
cerdas yang memiliki kondisi psikologis yang sehat. Kreativitas tidak
hanya kreatif. Kecerdasan tanpa mental yang sehat sulit sekali dapat
menghasilkan karya kreatif.
Menurut
(Munandar S.C.U, 1999 : 50) “Kreativitas adalah kemampuan yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas) dan orisinilitas
dalam berfikir serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan,
memperkaya dan memperinci) suatu gagasan”.
Adapun
proses kreatif hanya akan terjadi jika dibangkitkan melalui masalah
yang memacu pada lima macam, perilaku kreatif, sebagaimana yang
dipaparkan oleh Parnes dalam (Yeni R dan Euis k 2010 : 14-15) sebagai
berikut :
1) Fluency (kelancaran), yaitu kemampuan mengemukakan ide yang serupa untuk memecahkan suatu masalah
2) Flexibility (keluwesan), yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai macam ide guna memecahkan suatu masalah diluar kategori yang biasa.
3) Originality (keaslian) yaitu kemampuan memberikan respons yang unik atau luar biasa.
4) Elaboration (keterperincian), yaitu kemampuan menyatakan pengarahan ide secara terperinci untuk mewujudkan ide menjadi kenyataan.
5) Sensitivity (kepekaan), yaitu kepekaan menangkap dan menghasilkan masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi.
Berikut ini akan disajikan ciri-ciri aptitude dan nonaptitude
yang memberikan perumusan kreativitas berupa penjelasan prilaku siswa
yang memiliki kreativitas (Munandar S.C.U, 1999 : 88-93).
Adapun ciri-ciri kemampuan berfikir kreatif (Aptitude) yaitu :
1) Keterampilan berfikir lancar, indikator yang ingin dicapai :
a) Mencetuskan lebih dari satu gagasan dan pertanyaan atas suatu konsep.
b) Menjawab lebih dari satu jawaban jika ada pertanyaan.
c) Mengajukan lebih dari satu cara untuk melakukan berbagai hal.
d) Lancar dalam mengungkapkan ide atau gagasannya.
2) Keterampilan berfikir luwes (fleksibel), indikator yang ingin dicapai:
a) Memberikan macam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau masalah.
b) Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda.
c) Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbeda untuk menyelesaikannya.
d) Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda.
3) Keterampilan berfikir orisinal, indikator yang ingin dicapai :
a) Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain.
b) Memberikan ide-ide atau gagasan-gagasan baru terhadap suatu masalah.
c) Mampu membuat kombinasi-kombinasi baru dari bagian-bagian atau unsur-unsur dari suatu masalah.
d) Lebih senang mensintesis dari pada menganalisa situasi.
4) Keterampilan memperinci (mengelaborasi), indikator yang ingin dicapai :
a) Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk.
b) Menambahkan atau memperinci lebih detil dari suatu objek atau gagasan sehingga lebih menarik.
c) Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain.
d) Menambahkan garis-garis, warna-warna dan detil-detil atau bagian-bagian terhadap suatu objek.
5) Keterampilan menilai (mengevaluasi), indikator yang ingin dicapai :
a) Memberi pertimbangan atas dasar pemikiran sendiri.
b) Mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengungkapkan idea tau gagasan.
c) Merancang suatu rencana kerja dari gagasannya sendiri.
d) Melihat masalah secara kritis dan selalu menanyakan “mengapa”.
Adapun ciri-ciri kemampuan afektif (Nonapitude), antara lain :
1) Rasa ingin tahu, indikator yang ingin dicapai :
a) Mempertanyakan segala sesuatu yang berkaitan dengan konsep yang akan dibahas.
b) Menggunakan semua panca indranya untuk mengenal atau mengamati suatu objek atau benda.
c) Senang menjajaki buku, gambar, objek dan sebagainya untuk mencari gagasan baru.
d) Melakukan eksperimen terhadap benda atau objek.
2) Merasa tertantang oleh kemajemukan, indikator yang ingin dicapai :
a) Melibatkan diri dalam tugas-tugas pembelajaran untuk menemukan konsep pembelajaran yang akan dibahas.
b) Mencari penyelesaian suatu masalah tanpa bantuan orang lain dan mengungkapkannya sebagai sebuah ide atau gagasan.
c) Mencari dan menemukan pemecahan masalah terhadap suatu konsep pembelajaran.
d) Menemukan jawaban atas suatu masalah atau konsep pembelajaran dan menuangkannya dalam proses pembelajaran.
3) Sifat berani mengambil resiko, indikator yang ingin dicapai :
a) Berani memberikan jawaban atas suatu pertanyaan atau pernyataan meskipun belum tentu benar.
b) Mengajukan pertanyaan atau mengungkapkan masalah yang belum dikemukakan oleh orang lain.
c) Mempertahankan gagasan atau pendapatnya walaupun mendapat kritikan atau tantangan dari orang lain.
d) Mencoba hal-hal baru yang terkait dengan materi pembelajaran yang akan dibahas.
4) Sifat menghargai, indikator yang ingin dicapai :
a) Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan ide atau gagasannya.
b) Melakukan apa yang di perintahkan oleh guru atau teman sebaya yang terkait dengan pembelajaran yang akan dilakukan.
c) Memiliki rasa tanggung jawab untuk di pecahkan atau dibahas atas ide, jawaban dan masalah yang diungkapkan.
d) Memaksimalkan
waktu yang diberikan dengan secapat mungkin menemukan jawaban atas
suatu masalah pembelajaran (ketepatan antara waktu yang tersedia dengan
masalah yang akan dipecahkan).
c. Hubungan Kreativitas dan Kecerdasan
1) Kreativitas dan Kecerdasan
Kecerdasan
dan kreativitas memiliki kaitan yang erat walaupun tidak mutlak. Orang
yang kreatif dapat dmatematikastikan ia orang yang cerdas, namun tidak
selalu orang yang cerdas pasti kreatif. Lahirnya sebuah karya kreatif,
membutuhkan lebih dari sekedar kecerdasan. Secabagai contoh ; jika
seseorang dihadapkan pada permasalahan itu dengan cepat dan tepat,
walaupun jawaban yang diberikan bersifat umum. Pola berpikir seperti ini
disebut berpikir konvergen. Namun bagi seseorang yang kreatif ia akan
memperkaya penyelesaian masalahnya dengan berbagai alternative jawaban,
dengan berbagai cara dan sudut pandang, bersifat unk dan berbeda dengan
yang lain atau dengan kata lain “tidak umum”. Berpikir alternative
merupakan kemampuan berpikir yang tidak hanya membutuhkan kecepatan dan
ketepatan dalam menganalisis permasalahan, namun ia dapat menentukan
berbagai alternative jawaban benar dan berbagai sudut pandang secara
cepat dan benar.
Kreativitas
akan muncul pada individual yang memiliki motivasi tinggi, rasa ingin
tahu, dan imajinasi. Seseorang yang kreatif akan selalu mencari dan
menemukan jawaban, dengan kata lain mereka senang memecahkan masalah.
Permasalahn yang muncul selalu dipikirkan kembali, disusun kembali dan
selalu berusaha menemukan hubungan yang baru, mereka selalu bersikap
terbuka terhadap sesuatu yang baru dan tidak diketahui sebelumnya.
Mereka juga memiliki sikap yang lentur (fleksibel), tidak penurut, tidak
dogmatis, suka mengekspresikan diri dan bersikap natural.
2) Otak Kiri dan Otak Kanan
Salah
satu hal yang banyak dibahas dalamkreativitas adalah tentang
fungsibelahan otak . Fungsi belahan otak ini dibagi menjadi dua bagian
yaitu belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan otak kanan (right hemisphere).
Belahan otak kiri berkenaan dengan kemampuan berpikir ilmiah kritis,
logis, konvergen, deduktif, rasional, eksplisit, historical, abstrak,
dan linier ; sedangkan otak kanan berkenaan dengan fungsi yang nonlinier, nonverbal holistis, emosional, imajinatif, arstistik, simbolis, intuitif, humanistis bahkan mistik.
Persoalan
yang terjadi dilapangan, system pengajaran kita cenderung bersifat
akademis. Pengajaran yang bersifat akademis cenderung hanya
mengembangkan otak kiri dan mengabaikan pengembangan otak kanan.
Kegiatan-kegiatan seperti membaca, menulis berhitung ataupun kemampuan
yang banyak menggunakan cara berpikir logis, rasional dan linier ataupun
sekedar menghafal data merupakan kegiatan yang dapat mengemangkan otak
kiri. Sedangkan bentuk kegiatan yang dapat mengembangkan otak kanan
diantaranya seperti menggambar, bermain musik, mengarang bebas, dan
drama jarang dilakukan. Dengan demikian terjadi ketidakseimbangan fungsi
otak kiri dan kanan. Hingga akhirnya terjadi penurunan kreativitas (creativity drop) pada anak usia 7-12 tahun sebagaimana yang dilaporkan, Torrance (Supriadi dalam Yeni R dan Euis k 2010 : 14-15).
d. Faktor Pendukung Pengembangan Kreativitas
Beberapa
penelitian menunjukan bahwa seorang anak yang mendapat rangsangan
(dengan melihat, mendengar dan bergerak) akan lebih berpeluang lebih
cerdas disbanding dengan sebaliknya. Salah satu bentuk rangsangan yang
sangat penting adalah kasih sayang (touch). Dengan kasih sayang
anak akan memiliki kemampuan untuk menyatukan berbagai pengalaman
emosional dan mengolahnya dengan baik. Kreativitas sangat terkait dengan
kebebasan pribadi. Hal itu artinya seorang anak harus memiliki rasa
aman dan kepercayaan diri yang tinggi, sebelum berkreasi. Sedangkan
pondasi untuk membangun rasa aman dan kepercayaan dirinya adalah dengan kasih sayang.
Empat
hal yang dapat diperhitungkan dalam pengembangan kreativitas yaitu :
Pertama, memberikan rangsangan mental baik pada aspek kognitif maupun
kepribadiannya serta suasana psikologis (Psychological Athmosphere).
Kedua, menciptakan lingkungan kondusif yang akan memudahkan anak untuk
mengakses apapun yang dilihatkan, dipegang, didengar, dan dimainkan
untuk pengembangan kreativitasnya. Perangsangan mental dan lingkungan
kondusif dapat berjalan beriringan seperti halnya kerja simultan otak
kiri dan kanan. Ketiga, peran serta guru dalam mengembangkan
kreativitas, artinya ketika kita ingin anak menjadi kreatif, maka akan
dibutuhkan juga guru yang kreatif pula dan mampu memberikan stimulasi
yang tepat pada anak. Keempat, Peran serta orang tua dalam mengembangkan
kreativitas anak.
e. Peran Guru Dalam Mengembangkan Kreativitas siswa
Proses
pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dam
kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman
belajar. Gibbs (E. Mulyasa 2009 : 164-165) berdasarkan beberapa
penelitiannya menyimpulkan bahwa :
kreativitas
dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan diri, komunikasi yang
bebas, pengarahan diri dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil
penelitian tersebut dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Dalam
hal ini siswa dapat lebih kreatif jika :
1) Dikembangkan rasa percaya diri pada siswa dan tidak ada perasaan takut.
2) Diberikan kesempatan untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah.
3) Dilibatkan dalam menentukan tujuan dan evaluasi belajar.
4) Diberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter.
5) Dilibatkan secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
C. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
“Hasil
belajar merupakan hasil dari sebuah kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan antara guru dan siswa berupa pengukuran ataupun penilaian
dalam bentuk tertulis”, Susilawati dkk (2006 : 154).
“Penilaian
hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk mengetahui
tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran yang
telah dilakukan” (Rusman, 2009 : 342). Adapun yang dimaksud dengan
“Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk
mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses
pembelajaran yang telah dilakukan” (Rusman, 2010 : 81).
Penilaian (assessment)
adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian
untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta
didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi
belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai
kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif
(berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau
penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Tes
adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta
didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi
syarat-syarat tertentu yang jelas. Secara khusus dalam konteks
pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan untuk mengetahui kemajuan dan
hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan
umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar, dan penentuan kenaikan
kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang akurat tentang
penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik,
guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu,
dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan
upaya bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu
sendiri. Penilaian
hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar
(guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan.
Pengajar harus mengetahui sejauh mana pembelajar (learner)
telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana
tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat
dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari
kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan
dengan nilai tertentu.
2. Ruang Lingkup Penilaian Hasil Belajar
Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu :
domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan
kecerdasan logika – matematika), domain afektif (sikap dan nilai atau
yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi,
dengan kata lain kecerdasan emosional) dan domain psikomotor
(keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan
visual-spasial, dan kecerdasan musikal). Dalam penelitian ini dibatasi
hanya pada domain kognitif saja yang akan dibahas dan disajikan.
3. Fungsi Penilaian
Penilaian mempunyai sejumlah fungsi di dalam proses belajar mengajar, yaitu:
a. Sebagai
alat guna mengetahui apakah siswa talah menguasai pengetahuan,
nilai-nilai, norma-norma dan keterampilan yang telah diberikan oleh
guru.
b. Untuk mengetahui aspek-aspek kelemahan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar.
c. Mengetahui tingkat ketercapaian siswa dalam kegiatan belajar.
d. Sebagai sarana umpan balik bagi seorang guru, yang bersumber dari siswa.
e. Sebagai alat untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.
f. Sebagai materi utama laporan hasil belajar kepada para orang tua siswa.
4. Tujuan Penilaian Hasil Belajar
Penilaian
memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya
untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi,
bimbingan, diagnosis, dan prediksi.
a. Sebagai grading,
penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan kedudukan hasil
kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lain. Penilaian
ini akan menunjukkan kedudukan peserta didik dalam urutan dibandingkan
dengan anak yang lain. Karena itu, fungsi penilaian untuk grading ini
cenderung membandingkan anak dengan anak yang lain sehingga lebih
mengacu kepada penilaian acuan norma (norm-referenced assessment).
b. Sebagai
alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta didik
yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang
boleh masuk sekolah tertentu atau yang tidak boleh. Dalam hal ini,
fungsi penilaian untuk menentukan seseorang dapat masuk atau tidak di
sekolah tertentu.
c. Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai kompetensi.
d. Sebagai
bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta
didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat
keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program,
pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.
e. Sebagai
alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar yang
dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan.
Ini akan membantu guru menentukan apakah seseorang perlu remidiasi atau
pengayaan.
f. Sebagai
alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang
pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai. Contoh dari
penilaian ini adalah tes bakat skolastik atau tes potensi akademik.
Dari
keenam tujuan penilaian tersebut, tujuan untuk melihat tingkat
penguasaan kompetensi, bimbingan, dan diagnostik merupakan peranan utama
dalam penilaian.
D. Konsep Pembelajaran Matematika
1. Pembelajaran Matematika
Bidang
studi matematika di Sekolah Dasar (SD) merupakan bidang studi inti yang
harus dipelajari dan dikuasai oleh siswa sekolah dasar selain bidang
studi IPA, IPS dan Bahasa Indonesia.
Russeffendi (Erna Suwangsih dan Tiurlina, 2006 : 3) menyatakan bahwa kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan ini mempunyai asal kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science ). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang
artinya belajar (berfikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka
perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan
berfikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia
rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil
observasi, matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang
berhubungan dengan idea, proses dan penalaran.
Sejalan
dengan itu Jonhson and Rissing (Tiurlina, 2004 : 2) mengungkapkan
bashwa ‘Matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan dan
pembuktian yang logic…’ Oleh sebab itu matematika berfungsi untuk
mengembangkan logika berfikir siswa dalam menyelesaikan soal-soal atau
memecahkan masalah-masalah logis baik yang terkait dengan esensi
matematika secara langsung maupun bidang studi lain yang mengandung
unsur-unsur logika.
‘Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu’ (KTSP
2006). Berdasarkan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 36 ayat 2 ditegaskaan bahwa ‘kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
sesuai dengan satuan pendidikan , potensi daerah, dan peserta didik’.
Atas dasar itulah maka dikembangkan apa yang dinamakan dengan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP). Yang dimaksud KTSP adalah kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan. Kurikulum KTSP memiliki beberapa struktur dalam
pelaksanaannya di lapangan, struktur kurikulum merupakan pola dan
susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik pada
satuan pendidikan dalam kegiatan pembelajaran. Susunan mata pelajaran
tersebut terbagi dalam lima kelompok yaitu kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, ilmu pengetahuan dan
tekhnologi, estetika, serta jasmani dan kesehatan.
Dalam
struktur kurikulum KTSP matematika merupakan mata pelajaran inti yang
harus dipahami oleh siswa dalam hal ini siswa SD pada khususnya.
Mengingat dalam struktur kurikulum, matematika termasuk ke dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tekhnologi (Iptek). Revolusi ilmu
pengetahuan dan teknologi telah mengantarkan para siswa SD untuk
berkompetisi secara maksimal. Selain itu mata pelajaran matematika pada
masa sekarang ini dijadikan sebagai salah satu syarat kelulusan siswa
sekolah dasar yang ingin melanjutkan tingkat pendidikannya ke-jenjang
yang lebih tinggi. Sehingga matematika dianggap perlu dan layak untuk
dipelajari dan dipahami oleh siswa SD. Adapun tujuan pembelajaran
matematika yang ingin hendak dicapai dalam kurikulum KTSP, antara lain :
a. Memahami
konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau memperjelas gagasan atau pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta
sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
e. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Matematika
merupakan bidang studi inti yang harus dipahami dan dikuasai oleh siswa
Sekolah Dasar (SD) pada khususnya, mengingat dewasa ini bidang studi
matematika dijadikan salah satu syarat dalam menentukan kelulusan siswa
di Sekolah Dasar (SD). Sehingga apa yang termuat pada setiap kurikulum
pembelajaran matematika dianggap perlu untuk dipelajari oleh siswa SD,
tidak terkecuali muatan kurikulum KTSP pada mata pelajaran matematika
kelas V semester 2, yaitu :
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
1.Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah
2.memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun
|
· Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya
· menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan
· mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan
· menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala
· mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar
· mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang
· menentukan jaring-jaring berbagai bangun ruang sederhana
· menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri
· menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang.
|
Maka dari itu, setiap esensi
(materi) dari bidang studi Matematika dianggap penting untuk
dipelajari, dipahami dan dikuasai oleh semua siswa Sekolah Dasar (SD),
tidak terkecuali esensi (materi) operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan yang dipelajari oleh siswa kelas V Sekolah dasar.
Pecahan yang dipelajari anak ketika di SD, sebetulnya merupakan bagian dari bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk dengan
a dan b merupakan bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol. Secara
simbolik pecahan dapat dinyatakan sebagai salah satu dari pecahan biasa,
pecahan campuran, pecahan persen dan pecahan desimal. Begitu pula
pecahan dapat dinyatakan menurut kelas ekuivalensi yang tak terhingga
banyaknya. pecahan
biasa adalah lambang bilangan yang dipergunakan untuk melambangkan
bilangan pecah dan rasio (perbandingan) menurut Kenedy dalam (Marsudi
Raharjo 2001 : 2). Maka dari pecahan dapat muncul dari situasi-situasi
sebagai berikut :
a. Pecahan Sebagai Bagian Yang Berukuran Sama Dari Yang Utuh Atau Keseluruhan
Pecahan
biasa dapat digunakan untuk menyatakan makna dari setiap bagian dari
yang utuh. Apabila ibu mempunyai sebuah roti yang akan diberikan kepada 4
orang anggota keluarganya dan masing-masing harus mendapatakan bagian
yang sama, maka masing-masing anggota keluarga akan memperoleh bagian dari keseluruhan roti itu. Pecahan biasa mewakili
ukuran dari masing-masing potongan. Bagian-bagian dari sebuah pecahan
biasa menunjukkan hakikat situasi dimana lambing bilangan tersebut
muncul. Dalam lambang bilangan ’4’ menunjukkan banyaknya bagian-bagian
yang sama dari satu keseluruhan (Utuh) dan disebut ‘penyebut’.
Sedangkan ‘1’ menunjukkan banyaknya bagian yang menjadi perhatian pada
saat tertentu dan disebut pembilang.
b. Pecahan Sebagai Bagian dari Kelompok-Kelompok yang Beranggotakan Sama Banyak atau Menyatakan Pembagian.
Apabila
sekumpulan obyek di kelompokan jadi bagian yang beranggotakan sama
banyak, maka situasinya jelas dihubungkan dengan pembagian situasi
dimana sekumpulan obyek yang beranggotakan 12, dibagi menjadi 2 kelompok
yang beranggotakan sama banyak, maka kalimat matematikanya dapat
ditulis 12 : 2 = 6 atau . Sehingga untuk mendapatkan dari
12, maka anak (siswa) harus memikirkan 12 obyek yang dikelompokan
menjadi 2 bagian yang beranggotakan sama. Banyaknya anggota
masing-masing kelompok terkait dengan banyaknya obyek semula, dalam hal
ini dari banyaknya obyek semula.
c. Pecahan Sebagai Perbandingan (rasio)
Hubungan
antara sepasang bilangan sering dinyatakan sebagai sebuah perbandingan.
Berikut ini yang biasa memunculkan rasio (perbandingan). Sebuah tali A
panjangnya 10 m dibandingkan dengan tali B yang panjangnya 30 m. Rasio
panjang tali A terhadap panjang tali B adalah 10 : 30 atau atau panjang tali A ada dari panjang tali B.
Dari
ketiga situasi tersebut semuanya dikenalkan kepada siswa SD untuk
memudahkan pembelajaran bilangan pecahan, khususnya menyangkut esensi
operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan.
Mengingat banyaknya aspek matematisasi
yang berkatitan dengan konsep dan operasi hitung bilangan pecahan yang
diperlukan dalam kehidupan yang nyata, maka konsep maupun operasi hitung
bilangan pecahan khususnya penting untuk dikuasai oleh siswa SD, dalam
hal ini siswa SDN Cikentang. Akan tetapi kenyataan dilapangan menunjukan
bahwa banyak siswa SD (SDN Cikentang kelas V) yang sulit memahami arti
pecahan dan operasi hitungnya, khususnya operasi penjumlahan dan
pengurangan bilangan pecahan.
2. Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan
Pengenalan
penjumlahan pada pecahan sebaiknya diawali dengan penjumlahan pecahan
sederhana dan mengunakan alat peraga sederhana. Konsep penjumlahan pada
bilangan pecahan pada dasarnya sama dengan konsep penjumlahan
bilangan-bilangan yang lain yaitu menggabungkan. Untuk langkah awal
pengenalaan penjumlahan pecahan adalah dengan menggunakan
pecahan-pecahan senama, kemudian dilanjutkan dengan penjumlahan pecahan
yang tidak senama. Pada awal pembelajaran gunakan alat peraga, kemudian
bantu anak untuk membuat generalisasinya tentang penjumlahan
pecahan biasa secara umum. Adapun bentuk umum dari penjumlahan bilangan
pecahan biasa tak senama adalah sebagai berikut :
Selain
itu saat siswa harus mempelajari materi ini, maka mereka harus
diberikan pengalaman-pengalaman dalam ilustrasi kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh dapat dikemukakan cerita berikut ini, adik mempunyai bagian dari rotinya di atas meja. Kemudian ibu memberinya sepotong roti lagi yang besarnya bagian. Berapa roti adik sekarang ?
| | |
Dari peragaan ini tampak bahwa hasil akhir adalah , berarti + = tampak pula bahwa = sehingga + = + = .
Bila peragaan ini diulang untuk pecahan-pecahan yang lain dimana
penyebut dari pecahan yang dijumlah merupakan kelipatan dari
penyebut-penyebut lain, maka anak akan mempunyai pengalaman bahwa bila
menjunlah pecahan dengan penyebut tidak sama, supaya dapat memperoleh
hasil maka penyebutnya harus disamakan terlebih dahulu yaitu dengan cara
mencari pecahan senilainya.
Peragaan
dan soal diatas masih mudah, karena penyebutnya yang satu merupakan
kelipatan dari yang lain. Bila permasalahan berkembang menjadi + maka anak harus mencari penyebut persekutuan. Kendala timbul bila
anak belum belajar KPK. Untuk penjumlahan 2 pecahan atau lebih dengan
penyebut tak senama (tidak sama) lakukanlah langkah-langkah yang dapat
mempermudah menentukan hasilnya antara lain :
1) Carilah KPK dari penyebut 2 pecahan biasa tak senama.
2) Pembagian
tugasnya sebagai berikut : siswa pertama menyelesaikan soal dengan cara
mengalikan penyebut, siswa kedua menyelesaikan soal dengan cara
menggunakan KPK, siswa ketiga menyelesaikan soal dengan cara mengalikan
penyebutnya kemudian dibagi dengan FPB-nya dan siswa keempat
menyelesaikan soal dengan cara membagi salah satu penyebutnya dengan FPB
yang hasilnya dikalikan dengan penyebut yang lain.
3) Setelah kedua pecahan tersebut senama, jumlahkan pembilang yang terdapat pada dua pecahan tersebut.
4) Sederhanakan
apabila hasil penjumlahan tersebut masih dapat dibagi, dengan ketentuan
dibagi dengan bilangan penyebut maupun bilangan yang sama antara
pembilang dan penyebutnya.
Konsep
pada pengurangan pecahan biasa tak senama pada dasarnya juga sama
dengan konsep pengurangan pada bilangan bulat. Hanya saja pengurangan
pada pecahan lebih rumit. Mengurangi berarti mengambil. Misal a – b pada
dasarnya adalah mengambil b dari a. untuk penanaman konsep pengurangan
pada bilangan pecahan biasa tak senama sama dengan penanaman konsep pada
penjumlahan bilangan pecahan biasa tak senama yang membedakan hanyalah
pada mengurangkan bilangan pembilangnya saja. Adapun bentuk umum dari
pengurangan bilangan pecahan biasa tak senama yaitu :
Untuk
mengurangkan 2 pecahan atau lebih dengan penyebut tak senama (tidak
sama) lakukanlah langkah-langkah yang dapat mempermudah menentukan
hasilnya antara lain :
1) Carilah KPK dari penyebut 2 pecahan biasa tak senama
2) Pembagian
tugasnya sebagai berikut : siswa pertama menyelesaikan soal dengan cara
mengalikan penyebut, siswa kedua menyelesaikan soal dengan cara
menggunakan KPK, siswa ketiga menyelesaikan soal dengan cara mengalikan
penyebutnya kemudian dibagi dengan FPB-nya dan siswa keempat
menyelesaikan soal dengan cara membagi salah satu penyebutnya dengan FPB
yang hasilnya dikalikan dengan penyebut yang lain.
3) Setelah kedua pecahan tersebut senama, kurangkan pembilang yang terdapat pada dua pecahan tersebut.
4) Sederhanakan
apabila hasil pengurangan tersebut masih dapat dibagi, dengan ketentuan
dibagi dengan bilangan penyebut maupun bilangan yang sama antara
pembilang dan penyebutnya.
Operasi
hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan biasa tak senama
dapat diterapkan terhadap siswa kelas tinggi melalui salah satu strategi
pembelajaran yang dianggap releven untuk diterapkan terhadap
materai tesebut dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di
lapangan. Hal ini pun sejalan dengan apa yang menjadi kebutuhan guru
maupun siswa kelas V SDN Cikentang serta mengingat hasil pra-tes yang
telah dilakukan terhadap siswa kelas V dengan materi operasi hitung
penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan biasa tak senama di mana
hasil yang diperoleh tidak cukup menggembirakan. Maka peneliti
beranggapan harus ada perbaikan pembelajaran itu sendiri ataupun
perbaikan suasana belajar siswa di kelas yang dapat mendorong aktivitas, kreativitas dan efektivitas
siswa dalam belajar. Sehingga hasil belajar yang diharapkan sesuai
dengan tujuan kurikulum yang hendak dicapai dan sesuai dengan keinginan
semua pihak.
3. Hubungan antara kinerja guru, kreativitas belajar dan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika.
E. Kajian Penelitian Terdahulu
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Awaludin (2007) dengan
judul“Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan penalaran matematis
pada siswa dengan kemampuan matematis rendah melalui pembelajaran open ended
dalam kelompok kecil dengan pemberian tugas tambahan. Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan penalaran
matematis pada siswa dengan kemampuan matematis rendah dan siswa secara
umum dengan penggunaan pendekatan open ended dalam kelompok
kecil. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan open ended dalam aspek berfikir kreatif dan penalaran matematis cenderung positif dan sikap kreatif siswa yang berhubungan dengan non-apitude cenderung positif.
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Hastuti Noer (2010) dengan
judul “peningkatan kemampuan berfikir kritis, kreatif dan reflektif
(k2R) matematis siswa SMP melalui pembelajaran berbasis masalah (studi
pada siswa SMP Neger Kota Bandar Lampung)”. Focus utama penelitian ini
adalah rendahnya kemampuan berfikir K2R matematis siswa SMP. Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan di dapatkan bahwa kualitas
peningkatan kemampuan berpikir K2R matematis dan kemandirian belajar
siswa mendapatkan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan pembelajaran
konvensional.
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Hasanudin (2008) dengan judul
“Kinerja guru dalam melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum
(Studi untuk guru fiqih di madrasah aliyah negeri model jambi). Fokus
penelitian ini diarahkan untuk mengungkap data empiris yang berkaitan
dengan kinerja guru fiqih sebagai pengembang kurikulum, dalam dimensi
kegiatan pengajaran yang meliputi perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
serta faktor-faktor yang mempengaruhi dan upaya-upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan guru fiqih dalam proses belajar mengajar.
Dari pengolahan dan analisis data diketahui bahwa kinerja guru fiqih
belum menampilkan kemampuan yang sesuai dengan harapan. Upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru fiqih adalah ditunjukan dengan
kemampuan bekerja secara professional.
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh La Ode Dini (2009) dengan judul
“Kinerja profesional guru dalam pelaksanaan tugas sebagai pengembang
kurikulum (studi kasus pada MTS Negeri 2 Kota Bandung)”. Permasalahan
dalam penelitian adalah kinerja profesional guru dalam melaksanakan
tugas sebagai pengembang kurikulum dan hasil belajar siswa. Hasil
penelitian menggambarkan kinerja professional guru dalam melaksanakan
tugas sebagai pengembang kurikulum secara umum sudah menampilkan kinerja
yang sesuai dengan perannya sebagai seorang guru guru professional.
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Burhanudin (2008) yang berjudul
“Kinerja guru dalam melaksanakan tugas pengembang kurikulum di sekolah
(studi terhadap kinerja guru di MTSN Balang-balang)”. Fokus penelitian
diarahkan untuk mengungkap data empiris yang berkaitan dengan kinerja
guru sebagai pengembang kurikulum adalam dimensi kegiatan pengajaran
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta factor-faktor
yang mempengaruhi dan upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan guru dalam proses belajar mengajar. Hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa kinerja guru dalam melaksanakan tugas sebagai
pengembang kurikulum secara umum sudah memperlihatkan kinerja yang
sesuai dengan perannya sebagai pendidik.
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Dodo Suhanda (2009) yang berjudul
“Pengaruh kompetensi guru dan kinerja guru terhadap pelaksanaan
pembelajaran studi pada SMK Rintisan sekolah bertaraf internasional di
kota Bandung”. Dengan permasalahan apakah ada pengaruh kompetensi guru
dan kinerja guru terhadap pelaksanaan pembelajaran. Dari pengolahan dan
analisis data diketahui bahwa hasil yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah : 1) Pengaruh kompetensi guru (X1) terhadap
pelaksanaan pembelajaran (Y), sebesar 14.8447 % dan sisanya 85,1553%
ditentukan oleh variabel lain, 2) Pengaruh kinerja guru (X2)
terhadap pelaksanaan pembelajaran (Y) sebesar 21.2418% dan sisanya
78,7582% ditentukan oleh variabel lain serta 3) Pengaruh kompetensi guru
(X1) dan kinerja guru (X2) terhadap pelaksanaan pembelajaran (Y) sebagai 35.976% dan sisannya 64.024% ditentukan variabel lain.
Berdasarkan
beberapa penelitian yang telah dilakukan terdahulu maka penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar efektivitas kinerja guru
terhadap kreativitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika. Penelitian yang peneliti lakukan didasarkan pada hasil
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya bahwa efektivitas kinerja
guru dapat meningkatkan kreativitas dan hasil belajar siswa.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Prosedur
penelitian merupakan pedoman peneliti untuk melakukan penelitian dengan
cara yang benar. Peneliti tidak dapat melakukan penelitian hanya dengan
cara mengumpulkan data dan menganalisisnya, tetapi penelitian harus
berawal dari penemuan permasalahan dan berlanjut kepada tahap-tahap
selanjutnya. Proses penelitian ilmiah secara umum harus memenuhi tahapan
perumusan masalah, telaah teoretis, verifikasi data dan kesimpulan.
Tahap-tahap ini berlaku untuk metode penelitian kuantitatif.
A. Metode Penelitian
Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu upaya pencarian ilmiah (scientific inquiry) yang didasari oleh filsafat positivisme logikal (logical positivism)
yang beroperasi dengan aturan-aturan yang ketat mengenai logika,
kebenaran, hukum-hukum, dan prediksi (Watson, dalam Danim 2002). Fokus
penelitian kuantitatif diidentifikasikan sebagai proses kerja yang
berlangsung secara ringkas, terbatas dan memilah-milah permasalahan
menjadi bagian yang dapat diukur atau dinyatakan dalam angka-angka.
Penelitian ini dilaksanakan untuk menjelaskan, menguji hubungan antar
variabel, menentukan kasualitas dari variabel, menguji teori dan mencari
generalisasi yang mempunyai nilai prediktif (untuk meramalkan suatu
gejala). Penelitian kuantitatif menggunakan instrumen (alat pengumpul
data) yang menghasilkan data numerikal (angka). Analisis data dilakukan
menggunakan teknik statistik untuk mereduksi dan mengelompokan data,
menentukan hubungan serta mengidentifikasikan perbedaan antar kelompok
data. Kontrol, instrumen, dan analisis statistik digunakan untuk
menghasilkan temuan-temuan penelitian secara akurat. Dengan demikian
kesimpulan hasil uji hipotesis yang diperoleh melalui penelitian
kuantitatif dapat diberlakukan secara umum.
Metode
penelitian kuantitatif seperti penjelasan di atas mementingkan adanya
variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel
tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel
masing-masing. Penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesis dan
pengujiannya yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya,
seperti penentuan teknik analisa dan formula statistik yang akan
digunakan. Pendekatan ini lebih memberikan makna dalam hubungannya
dengan penafsiran angka.
Metode
penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan
data penelitian” (Suharsimi Arikunto, 2006 : 160). “Metode penelitian
adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data
penelitiannya” (Suharsimi Arikunto, 1997 : 151). Dalam makna yang lebih
luas metode penelitian bisa berarti desain atau rancangan penelitian.
Rancangan ini berisi rumusan tentang populasi atau sampel yang akan
diteliti, teknik-teknik pengumpulan data, prosedur pengumpulan dan
analisis data berkenaan dengan fokus masalah tertentu. Metode dalam
kegiatan penelitian mendapat perhatian yang serius dari peneliti karena
aspek metode ini sangat menentukan diperolehnya hasil penelitian yang
tepat dan dapat diandalkan. Dinyatakan demikian karena dalam metode
dibahas tentang cara-cara yang ditempuh untuk memecahkan masalah
penelitian. Cara-cara yang ditempuh tersebut berkenaan dengan bentuk
penelitian yang akan dilakukan. Metode yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian korelasi. “Penelitian korelasi
bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada barapa
besarannya hubungan serta berarti atau tidak hubungan itu “(Suharsimi
Arikunto, 2006 : 270). “Metode penelitian korelasi yang digunakan adalah
metode korelasi multi variat yaitu metode yang digunakan peneliti untuk
menggambarkan dan menentukan hubungan antara tiga variable atau lebih”
(Suharsimi Arikunto, 2006 : 171).
Seperti
halnya survei, metode deskriptif lain yang sering digunakan dalam
pendidikan adalah studi korelasi. Studi ini mempelajari hubungan dua
variabel atau lebih, yakni sejauh mana variasi dalam satu variabel
berhubungan dengan variasi dalam variabel lain. Derajat hubungan
variabelvariabel dinyatakan dalam satu indeks yang dinamakan koefisien
korelasi.
Koefisien
korelasi dapat digunakan untuk menguji hipotesis tentang hubungan antar
variabel atau untuk menyatakan besar-kecilnya hubungan antara kedua
variabel. Studi korelasi yang bertujuan menguji hipotesis, dilakukan
dengan cara mengukur sejumlah variabel dan menghitung koefisien korelasi
antara variabel-variabel tersebut, agar dapat ditentukan
variabel-variabel mana yang berkorelasi. Kekuatan hubungan antar
variabel penelitian ditunjukkan olehkoefisien korelasi yang angkanya
bervariasi antara -1 sampai +1. Koefisienkorelasi adalah
besaran yang diperoleh melalui perhitungan statistik berdasarkan
kumpulan data hasil pengukuran dari setiap variabel. Koefisien korelasi
positif menunjukkan hubungan yang berbanding lurus atau kesejajaran,
koefisien korelasi negatif menunjukkan hubungan yang berbading terbalik
atau ketidak-sejajaran. Angka 0 untuk koefisien korelasi
menunjukkan tidak ada hubungan antar variabel. Makin besar koefisien
korelasi baik itu pada arah positif ataupun negatif, makin besar
kekuatan hubungan antar variabel. (Suharsimi Arikunto, 2006 : 170)
menyatakan bahwa “Koefisien korelasi adalah suatu alat statistik yang
dapat digunakan untuk membandingkan hasil pengukuran dua variable yang
berbeda agar dapat menentukan tingkat hubungan antara variable-variabel
yang ada”. Untuk menghitung besarnya korelasi kita menggunakan teknik
statistik. Teknik statistik ini dapat digunakan untuk menghitung antara
dua variable atau lebih. Berdasarkan teknik analisis korelasi, maka
penelitian ini menggunakan teknik analisis korelasi Person Product Moment (PPM).
Person Product Moment (PPM) merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui derajat hubungan dan kontribusi antara variable bebas (independent) dan variable terikat (dependent). Teknik analisis Person Product Moment (PPM) termasuk teknik statistik parametrik yang menggunakan data interval atau ratio dengan persyaratan tertentu.
Makna
suatu korelasi yang dinotasikan dalam huruf r (kecil) bisa mengandung
tiga hal. Pertama, kekuatan hubungan antar variabel, kedua, signifikansi
statistik hubungan kedua variabel tersebut, dan ketiga arah korelasi.
Kekuatan hubungan dapat dilihat dan besar kecilnya indeks korelasi.
Nilai yang mendekati nol berarti lemahnya hubungan dan sebaliknya nilai
yang mendekati angka satu menunjukkan kuatnya hubungan. Faktor yang
cukup berpengaruh terhadap besar kecilnya koefisien korelasi adalah
keterandalan instrumen yang digunakan dalam pengukuran. Tes hasil
belajar yang terlalu mudah bagi anak pandai dan terlalu sukar untuk anak
bodoh akan menghasilkan koefisien korelasi yang kecil. Oleh karena itu
instrumen yang tidak memiliki keterandalan yang tinggi tidak akan mampu
mengungkapkan derajat hubungan yang bermakna atau signifikan.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Suharsimi,
A (2006 : 130) menyatakan bahwa “populasi adalah keseluruhan Subjek
Penelitian”. Selain itu (Sugiyono 2009 : 61) mengungkapkan bahwa
“populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”. Sehingga dari paparan definisi atau ruang lingkup
populasi tersebut maka populasi dalam penelitian ini mencakup seluruh
siswa Sekolah Dasar Negeri Cikentang di Kecamatan Taktakan sebanyak 436
orang siswa dan 12 orang guru.
2. Sampel Penelitian
Suharsimi,
A (2006 : 131) menyatakan bahwa “sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti ”. Selain itu “sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi” (sugiyono, 2009 : 62).
Adapun teknik sampel yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu
teknik probability sampling. (Sugiyono, 2008 : 120) mengungkapkan bahwa “teknik probability sampling
adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel”. Teknik probability sampling yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah simple random sampling (sederhana). Simple random sampling
dipilih oleh peneliti karena pengambilan anggota sampel dari populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi
itu. Cara demikian dilakukan karena anggota populasi dianggap homogen.
Sehingga sampel penelitian dalam penelitian ini mencakup 2 orang guru
kelas V Sekolah Dasar Negeri Cikentang di Kecamatan Taktakan dan 90
orang siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Cikentang di Kecamatan
Taktakan.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Untuk itu
ada beberapa teknik pengumpulan data yang akan disesuaikan dengan bentuk
penetian yang peneliti lakukan yaitu dengan cara atau teknik tes,
observasi, dan dokumentasi yang meliputi :
1. Tes
Dalam
proses pengukuran, penilaian dan peningkatan hasil belajar siswa di
sekolah, tes dapat dipandang sebagai teknik dan alat utama. Pernyataan
ini berdasarkan kenyataan yang diamati, hal ini bisa dilihat bagaimana
pengukuran, penilaian dan peningkatan hasil belajar siswa dari tes yang
dilakukan oleh guru. Sekolahpun pada dasarnya menggunakan tes dalam proses pengukuran, penilaian dan peningkatan hasil belajar siswa.
Menurut
Mehrens dan Lehman (Susilawati dkk, 2006 : 3) mengungkapkan bahwa yang
dimaksud dengan “Tes adalah menyatakan pemberian suatu daftar pertanyaan
yang standar untuk dijawab”. Tes juga dapat dijadikan alat untuk
mengetahui kemampuan dan peningkatan hasil belajar siswa setelah proses
pembelajaran berlangsung.
Sehingga
dari pernyataan tersebut, dalam proses pengukuran dan penilaian hasil
belajar siswa di sekolah, tes dapat dipandang sebagai teknik dan alat
yang utama. Perrnyataan ini
berdasarkan pada kenyataan bahwa pada dasarnya sekolah-sekolah
menggunakan tes dalam proses pengukuran dan penilaian hasil belajar.
Selain itu tes juga dapat dijadikan alat untuk mengetahui kemampuan dan
peningkatan hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran berlangsung.
Tes
dapat dibedakan atas 3 jenis yaitu tes lisan, tes tertulis dan tes
perbuatan. Dalam kaitannya dengan penelitian ini tes yang akan
dilaksanakan adalah tes tertulis. Pada tes tertulis persoalan-persoalan
yang disajikan dalam bentuk tertulis dan siswa menjawab
persoalan-persoalan tersebut secara tertulis pula. Pada tes tertulis
pada dasarnya ada dua bentuk soal tes yang sering digunakan yaitu tes
uraian (essay test) dan tes objektif (objektif test). Dari dua bentuk tersebut maka dalam penelitian ini peneliti akan mencoba ke dua bentuk tes tertulis tersebut.
Adapun tes ini digunakan untuk mengukur seberapa besar hasil belajar siswa yang didapat.
2. Kausioner (Angket)
Kausioner
merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data
dalam sebuah penelitian. Menurut Sugiyono (2008 : 199) “kausioner
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawab”. Penelitian yang akan peneliti lakukan untuk mengumpulkan data
adalah melalui angket. Adapun angket ini digunakan untuk mengukur
efektivitas kinerja guru dan kreativitas belajar siswa.
Bentuk angket yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah bentuk chek-list, dimana dalam angket ini responden tinggal membubuhkan tanda chek-list
pada kolom yang telah disediakan dalam penelitian ini. Dalam
menggunakan angket cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan
format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun
berdasarkan item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang
digambarkan akan terjadi atau dapat terjadi. Adapun angket ini digunakan
untuk mengukur efektivitas kinerja guru yang menyangkut aspek proses
pembelajaran dan evaluasi serta kreativitas belajar siswa pada aspek
kognitif (apituded).
3. Dokumentasi
Menurut
Suharsimi Arikunto (2006 : 231) “Dokumentasi yaitu mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda dan
sebagainya”.
Dengan
dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati. Dengan
menggunakan teknik dokumentasi ini peneliti memegang chek-list
untuk mencatat variabel yang sudah ditentukan dalam penelitian yang akan
dilakukan. Apabila terdapat/muncul variabel yang dicari, maka peneliti
tinggal membubuhkan tanda chek di tempat yang sesuai. Untuk mencatat
hal-hal yang bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel
peneliti dapat menggunakan kalimat bebas. (Suharsimi Arikunto, 1998 :
237).
Adapun
alat dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian ini adalah kamera,
leger (nilai hasil belajar), silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).
D. Instrumen Penelitian
Menurut
Anas Sudijono (1996 : 137) “Instrumen adalah alat pada waktu peneliti
menggunakan metode”. Sehingga dari definisi tersebut dapat di ungkapkan,
bahwa untuk mencatat dan mengumpulkan data dalam penelitian ini, maka
metode atau teknik yang dilakukan antara lain : tes instrumen yang
digunakan adalah tes atau soal tes dan kausioner (angket) instrumen yang
digunakan adalah pedoman kausioner (angket).
Selain
itu “Instrument penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih
mudah diolah” (Arikunto S, 2006 : 160). Instrumen dalam penelitian ini
dapat berupa tes, pedoman observasi dan pedoman kausioner (angket).
Terkait
dengan instrumen yang akan digunakan dan untuk memberi arah yang jelas
pula dalam penelitian ini maka berikut ini akan disajikan ruang lingkup
instrument yang akan digunakan berdasarkan variabel penelitian yang akan
diteliti yaitu :
Tabel 3.1
Instrumen penelitian yang terkait dengan operasional variabel
Variabel
|
Instrumen
|
Indikator
|
Skala
|
Variabel X :
Kinerja guru
|
Angket
|
§ Rencana pembelajaran
§ Proses pembelajaran
§ Evaluasi
|
Interval
|
Variabel Y1 :
Kreativitas
|
Angket
|
Penilaian kreativitas dalam proses berfikir (Apituded)
|
Interval
|
Variabel Y2 :
Hasil belajar
|
Tes
|
Penilaian hasil belajar siswa
|
Interval
|
E. Uji validitas dan Realibilitas Instrumen
Dalam penelitian kuantitatif kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan realibilitas instrumen.
1. Validitas Instrumen
“Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument” (Arikunto S, 2006 : 168). Uji validitas
digunakan untuk mendapatkan instrumen yang dapat mengukur sesuatu yang
seharusnya dapat diukur dengan tepat. Sebuah instrumen dikatakan valid
apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.
Untuk menguji tingkat validitas empiris instrumen, peneliti
mencobakan instrumen tersebut pada sasaran dalam penelitian. Untuk
mengetahui ketepatan data dalam penelitian ini diperlukan teknik uji validitas. Ada dua macam validitas sesuai dengan cara pengujiannya yaitu validitas eksternal dan validitas internal. (Arikunto S, 2006 : 169) mengungkapkan bahwa “Validitas eksternal
dapat diartikan instrument yang dicapai apabila data yang dihasilkan
dari instrument tersebut sesuai dengan data dan informasi lain yang
mengenai variabel penelitian yang dimaksud”. Sedangkan yang dimaksud “Validitas internal dapat
dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrument
secara keseluruhan” (Arikunto S, 2006 : 171). Maka penelitian ini
menggunakan kedua validitas tersebut. Adapun rumus yang dapat
digunakan untuk menguji tingkat validitas data dalam penelitian ini
adalah yang dikemukakan oleh person, yang dikenal dengan rumus korelasi person product moment sebagai berikut :
Dimana :
|
=
|
Nilai koefisien korelasi
|
N
|
=
|
Jumlah sampel
|
Y
|
=
|
Jumlah skor total seluruh
|
X
|
=
|
Jumlah skor tiap item
|
2. Realibilitas Instrumen
“Realibilitas
menunjukan pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat
dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik” (Arikunto S, 2006 : 178). Secara garis
besa rada dua jenis realibilitas yaitu realibilitas eksternal dan realibilitas internal. Seperti halnya pada pembicaraan validitas, dua nama ini sebenarnya menunjukkan pada cara-cara menguji tingkat realibilitas
instrumen. Jika ukuran atau kriteriumnya berada diluar instrumen maka
dari hasil pengujian ini diperoleh realibilitas eksternal. Sebaliknya
jika perhitungan dilakukan berdasarkan data dari instrumen tersebut
saja, akan menghasilkan realibilitas internal. Maka dalam penelitian ini
pengujian realibilitas akan menggunakan internal consistency,
dilakukan dengan cara mencobakan instrument sekali saja kemudian yang
diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat
digunakan untuk memprediksi realibilitas instrumen. Adapun rumus yang dapat digunakan untuk menguji tingkat realibilitas data dalam penelitian ini adalah rumus Spearman Brown sebagai berikut :
Dimana :
|
=
|
Realibilitas internal seluruh instrument
|
|
=
|
Korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua
|
F. Teknik Pengolahan Data
1. Pengolahan Data Tes
Pengolahan
data hasil tes sangat diperlukan, hal ini dilakukan Untuk mengetahui
pencapaian hasil belajar siswa dan dapat dijadikan sebagai tolak ukur
dalam menentukan ada tidaknya peningkatan
hasil belajar siswa setelah kegiatan pembelajaran (penelitian).
Penskoran jawaban soal tes objektif yang akan diterapkan dalam
penelitian ini yaitu jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah
diberi skor 0. Untuk penskoran tes individu dan tes kelompok setelah
pembelajaran berlangsung pada tes objektif bentuk fill in dan multiple choice item perhitungan skor akhir yang digunakan adalah bentuk :
Nilai tes hasil belajar =
Dari penskoran nilai tes di atas, untuk mendapatkan data yang valid
dan akurat dalam penelitian ini berikut akan dirumuskan cara memperoleh
dan mendapatkan data yang diinginkan dari tes yaitu dengan mencari dan
menentukan nilai rata-rata kelas :
Keterangan :
= nilai rata-rata tes hasil belajar
= jumlah semua data
= banyaknya data
2. Pengolahan Data Angket
Pengolahan
data angket diperlukan untuk menunjang sekaligus mendukung terhadap
pencapaian hasil belajar siswa dalam penelitian ini. Pengolahan data
dari aspek-aspek penilaian kreativitas belajar siswa dan kinerja guru
dalam proses pembelajaran dapat dilihat di bawah ini :
Nilai yang diperoleh diinterpretasikan dengan acuan konversi nilai sebagai berikut :
Skor (dalam angka)
|
Nilai (dalam huruf)
|
Keterangan
|
3,50 – 4,00
|
A
|
A = Sangat baik
|
3,00 – 3,49
|
B
|
B = Baik
|
2,00 – 2,99
|
C
|
C = Cukup
|
Kurang dari 2
|
D
|
D = Kurang
|
3. Pengolahan data koefisien korelasi antar variabel
Untuk mengetahui hubungan antara dengan , dengan dan dengan digunakan teknik statistik korelasi. Teknik korelasi yang digunakan adalah teknik korelasi person product moment dengan rumus sebagai berikut :
Dimana :
|
=
|
Nilai koefisien korelasi
|
N
|
=
|
Jumlah sampel
|
Y
|
=
|
Jumlah skor total seluruh
|
X
|
=
|
Jumlah skor tiap item
|
Selanjutnya
untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel x terhadap variabel y
dapat ditentukan dengan rumus koefisien diterminan adalah sebagai
berikut :
Dimana : KP = nilai koefisien determinasi
r = nilai koefisien korelasi
Adapun untuk rumus uji signifikansi person product moment ( t ), dapat dilihat di bawah ini :
Dimana :
|
=
|
Nilai t
|
R
|
=
|
Nilai koefisien korelasi
|
N
|
=
|
Jumlah sampel
|
Berdasarkan rumus korelasi person product moment
yang akan diterapkan tersebut di atas dan untuk memberikan penafsiran
terhadap koefisien korelasi yang ditemukan besar atau kecilnya, maka
nilai yang diperoleh diinterpretasikan dengan acuan konversi nilai
sebagai berikut :
Table 3.2
Pedoman untuk memberikan interpretasi
Terhadap koefisien korelasi
Interval Koefisien
|
Tingkat Hubungan
|
0,00 – 0,199
|
Sangat rendah
|
0,20 – 0,399
|
Rendah
|
0,40 – 0,599
|
Sedang
|
0,60 – 0,799
|
Kuat
|
0,80 – 1,000
|
Sangat kuat
|
G. Hipotesis
Hipotesis
merupakan unsur terpenting dalam penelitian kuantitatif. Karena
penelitian yang peneliti lakukan berbentuk kuantitatif dengan
menggunakan teknik statistik korelasi maka hipotesis diperlukan akan
keberadaannya dalam penelitian ini.
(Sugiyono,
2008 : 96) mengungkapkan bahwa “hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara
karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan,
belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban
teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik
dengan data”.
Hipotesis
ini diperlukan guna menguji penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan
rumusan masalah, uraian dan ruang lingkup di yang telah dipaparkan di
atas, sehingga hipotesis yang akan dirumuskan adalah :
1.
|
Ho :
|
Tidak
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kinerja guru
dengan kreativitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
|
Ha :
|
Terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara kinerja guru dengan
kreativitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
| |
| |
Jika dibuat dalam bentuk statistik, maka hipotesis yang akan dirumuskan adalah sebagai berikut :
Ho : r 0
Ha : r 0
|
2.
|
Ho :
|
Tidak
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kinerja guru
dengan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
|
Ha :
|
Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kinerja guru dengan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
| |
| |
Jika dibuat dalam bentuk statistik, maka hipotesis yang akan dirumuskan adalah sebagai berikut :
Ho : r 0
Ha : r 0
|
3.
|
Ho :
|
Tidak
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kreativitas
belajar dengan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
|
Ha :
|
Terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara kreativitas belajar
dengan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
| |
| |
Jika dibuat dalam bentuk statistik, maka hipotesis yang akan dirumuskan adalah sebagai berikut :
Ho : r 0
Ha : r 0
|